Ragam Respons DPR soal Penambahan Jabatan Wamendagri, Kebutuhan atau Politis?
Gedung DPR (VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo atau Jokowi kembali menambah jabatan wakil menteri di struktur pemerintahan. Kali ini, Jokowi menambah posisi Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 114 tahun 2021 tentang Kementerian Dalam Negeri.

"Dalam memimpin Kementerian Dalam Negeri, Menteri dapat dibantu oleh Wakil Menteri sesuai dengan penunjukan Presiden," demikian bunyi Pasal 2 ayat (1) dikutip dari salinan Perpres. 

Adapun Wakil Menteri berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Wakil Menteri mempunyai tugas membantu Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian.

"Menteri dan Wakil Menteri merupakan satu kesatuan unsur pemimpin kementerian," bunyi Pasal 3.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (5), ruang lingkup bidang tugas Wakil Menteri antara lain, membantu menteri dalam perumusan dan/atau pelaksanaan kebijakan Kementerian. Kemudian, membantu Menteri dalam mengoordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi Jabatan Pimpinan Tinggi Madya atau Eselon I di lingkungan Kementerian.

"Kementerian Dalam Negeri mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara," jelas Pasal 4. 

Keputusan Jokowi tersebut pun menuai ragam respons dari DPR RI, khususnya Komisi II yang bermitra dengan Kemendagri.  

Anggota Komisi II dari Fraksi PAN Guspardi Gaus mempertanyakan, posisi wakil menteri dalam negeri (Wamendagri) yang diteken Presiden Jokowi tersebut. Apakah kebutuhan atau untuk tujuan politis.

"Apakah penambahan Wamendagri ini demi mengakomodir kepentingan politik atau memang dalam rangka memperkuat kinerja kementerian yang saat ini di pimpin Tito Karnavian," ujar Guspardi, Kamis 6 Januari.

Menurut politikus PAN itu, hal tersebut justru akan menjadi beban politik, bahkan dari sisi APBN.

"Kenapa dilakukan penambahan posisi terhadap struktur di Kemendagri, apakah ini tidak menjadi beban politik? Apakah ini tidak menjadi beban APBN dan juga kinerja. Misalnya apakah akan dapat membantu tugas dan kewenangan dari kementerian yang bersangkutan," jelas Guspardi.

Lagipula kata dia, jika wamendagri akan terisi maka kabinet akan bertambah gemuk.

"Di saat keuangan negara kurang baik, semestinya perlu dilakukan penghematan, termasuk anggaran untuk jabatan-jabatan yang tidak menjadi kebutuhan yang mendesak. Anggaran negara seharusnya digunakan untuk kepentingan yang lebih menyentuh kesejahteraan masyarakat Indonesia," kata Guspardi.

Sementara, Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB Luqman Hakim, menilai Presiden Jokowi seharusnya berkonsultasi dengan DPR RI sebelum mengambil kebijakan perubahan struktur organisasi kementerian dan lembaga.

"Meskipun tidak diatur secara terang oleh undang-undang, rencana perubahan struktur organisasi kementerian atau lembaga, perlu dikonsultasikan ke masyarakat dan DPR," ujar Luqman kepada wartawan, Kamis, 6 Januari.

Politikus PKB itu mengatakan, Dewan akan memberi ruang partisipasi dan pelibatan publik untuk menyusun struktur organisasi masing-masing kementerian secara lebih ideal. Tentu berdasarkan tugas pokok, fungsi dan beban kerja tiap kementerian.

Dengan demikian, kata Luqman, setiap keputusan presiden untuk mengubah struktur organisasi kementerian akan mendapatkan legitimasi yang kuat dari masyarakat. 

 

"Jadi tidak dianggap sekedar keputusan elitis dari presiden," jelas Luqman. 

Hanya secara organisasi, Luqman menambahkan, konsultasi tersebut tidak akan mengurangi hak prerogatif presiden dalam memilih nama yang akan mengisi kursi kabinet.

"Adapun nanti untuk pengisian menteri dan wakil menteri, tentulah tetap menjadi hak prerogatif presiden," pungkasnya. 

 

Beda dengan PAN dan PKB, Partai NasDem justru tidak mempersoalkan keputusan Presiden Jokowi yang menambah posisi Wamendagri. 

 

Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi NasDem, Saan Mustofa, menilai penambahan posisi Wamendagri lantaran ada beban kerja yang meningkat jelang Pemilu 2024.

 

"Tentu Presiden juga punya banyak pertimbangan (tambah posisi Wamendagri, red). Pertama terkait dengan beban kerja," ujar Saan di Gedung DPR, Kamis, 6 Januari. 

Menurut Ketua DPP Partai NasDem itu, pelaksanaan Pemilu Serentak 2024 nanti cukup berat bagi Kemendagri. "Nanti Kemendagri akan menghadapi beban yang berat, pekerjaan yang besar, dia akan ada Pemilu 2024 serentak nasional, ada pilkada ada, pilpres," jelas Saan.  

 

Apalagi, sambungnya, dalam waktu dekat ada 272 kepala daerah yang akan habis masa jabatan dan harus diganti oleh pelaksana tugas (Plt). 

"Bahkan juga nanti Mendagri harus menyiapkan para penjabat karena akan banyak kepala daerah yang sudah berakhir di tahun 2022. Ada tujuh gubernur, kan, di 2022 akan berakhir," lanjut Saan.

 

Sehingga, Sekretaris Fraksi NasDem DPR itu mengatakan, tak heran apabila kursi pimpinan di Kemendagri tersebut ditambah. Menurutnya, keputusan Presiden Jokowi masuk akal jika berdasar pada beban yang akan diemban Kemendagri.  

"Menurut saya memang penting dan masuk akal kalau misalnya presiden membuat, membentuk Wamendagri," katanya.

 

Disisi lain, Saan juga menilai penambahan pos Wamendagri ada kaitannya dengan isu reshuffle kabinet yang selama ini dihembuskan. Mengingat ada 10 kursi Wamen kosong. 

"Ya menurut saya kalau dari semua yang sudah dilakukan Pak Jokowi terkait dengan soal wamen ya dari beberapa tahun ke belakang kan sudah dibentuk banyak wamen tapi belum diisi. Nah, mungkin Pak Jokowi ingin itu semua diisi nanti bersamaan dengan reshuffle dilakukan," pungkas Saan.