Kaleidoskop: Sikap Pemerintah Menghadapi Ormas dan Kelompok Sepanjang 2021
Ilustrasi pemerintahan Joko Widodo/ Foto retouch: BEP

Bagikan:

JAKARTA - "Pada akhir tahun 2020 dan awal 2021 ditegaskan presiden. Pertama kita mengakhiri kelompok-kelompok yang suka bikin kekerasan di berbagai daerah dengan tegas, yaitu kita membubarkan atau melarang diteruskannya FPI karena legal standingnya tidak ada," kata Menko Polhukam Mahfud MD dalam sebuah diskusi online, Minggu 26 Desember 2021.

Pernyataan Mahfud MD, seolah mengajak masyarakat untuk kembali melihat apa yang sudah sudah dilakukan pemerintah dalam menyikapi arogansi kelompok-kelompok yang kerap melakukan kekerasan di penghujung 2021 ini.

Dalam diskusi tersebut, Mahfud menyampaikan, pada waktu peralihan tahun (2020 – 2021), Presiden Jokowi sudah memberikan penegasan untuk membubarkan kelompok yang melakukan kekerasaan, salah satunya FPI.

Selesai dengan FPI, pemerintah pun kembali berhadapan dengan sejumlah insiden yang datang dari kelompok atau ormas, baik ormas kebudayaan, sosial dan lain-lain.

Menko Polhukam Mahfud MD/ Foto: IST

Ormas acapkali dinilai sebagai kelompok yang membuat resah lantaran sering bentrok. Bahkan tak sedikit jatuh korban jiwa. Walau demikian, ada juga ormas yang aktivitasnya berseberangan dengan stigma tersebut, seperti melakukan bakti sosial. Sehingga munculah pro dan kontra di tengah perdebatan ormas sebagai kelompok yang meresahkan.

Dilansir dari berbagai sumber, berikut sikap pemerintah menghadapi ormas yang berpotensi menciptakan gangguan.

Pemerintah larang ASN terlibat ormas terlarang

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) dan Kepala Badan Kepegawaian Nasional (BKN)menerbitkan Surat Edaran ihwal pencegahan ASN terlibat dalam paham dan praktik radikalisme.

Dari laman menpan.go.id, Kamis 28 Desember 2021, MenPAN-RB dan BKN menerbitkan SE Bersama dengan Nomor 02/2021 dan No. 2/SE/I/2021 tentang Larangan bagi ASN untuk Berafiliasi dengan dan/atau Mendukung Organisasi Terlarang dan/atau Organisasi Kemasyarakatan yang Dicabut Status Badan Hukumnya.

SE tersebut merupakan tindak lanjut dari Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut, serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam yang diterbitkan pada 30 Desember 2020 lalu.

“SE Bersama ini ditujukan bagi ASN agar tetap menjunjung tinggi nilai dasar untuk wajib setia pada Pancasila, UUD 1945, pemerintahan yang sah serta menjaga fungsi ASN sebagai perekat dan pemersatu bangsa,” demikian bunyi dari SE Bersama tersebut.

Beleid ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) mengenai larangan, pencegahan, dan tindakan terhadap ASN yang berafiliasi atau mendukung organisasi terlarang atau ormas tanpa dasar hukum. Di dalamnya juga terdapat ketentuan mengenai langkah-langkah pelarangan, pencegahan, penindakan, dan dasar hukum penjatuhan hukuman disiplin bagi ASN yang terlibat.

Adapun, langkah pelarangan oleh PPK tersebut mencakup tujuh hal yakni menjadi anggota atau memiliki pertalian, memberikan dukungan langsung dan tidak langsung, menjadi simpatisan, terlibat dalam berbagai kegiatan. Kemudian, menggunakan simbol serta atribut organisasi, menggunakan berbagai media untuk menyatakan keterlibatan dan penggunaan simbol dan atribut, serta melakukan tindakan lain yang terkait dengan organisasi terlarang dan ormas yang dicabut badan hukumnya.

Memproses Hukum oknum Ormas yang terbukti melakukan pidana

Sejumlah bentrokan antar ormas kerap terjadi di berbagai pelosok daerah. Tentunya hal itu menjadi perhatian pemerintah khususnya Kepolisian dalam menegakan hukum. Bentrokan yang terjadi sering menimbulkan korban jiwa, kerugian materil, dan bahkan memiliki dampak psikis terhadap masyarakat umum, sehingga muncul rasa tidak nyaman.

Karena itu, pemerintah dengan berbagai macam perangkat, lembaga, institusi yang berdiri dengan dasar hukum, berhak membuat, mengambil keputusan dan kebijakan. Juga kepolisian sebagai penegak hukum, berkomitmen menindak para oknum ormas atau anggota kelompok yang melakukan tindakan melawan hukum.

Sudah banyak dan tercatat, insiden yang melibatkan ormas atau kelompok melanggar hukum sejak Januari 2021 hingga 2022.

Salah satu lokasi bentrokan ormas/ Foto: IST

Dirangkum dari berbagai sumber, berikut ini peristiwa yang menjadi sorotan media atas insiden bentrokan antara ormas atau kelompok yang berujung pidana, dan penyelesaian masalah atas kebijakan pemerintah.

Bentrokan ormas Forum Betawi Rempug (FBR) dengan Kelompok Kei di Cafe Saurma, Jalan KH Noer Ali Kalimalang, Jakasampurna, pada Kamis 21 Desember, dini hari. Penyidik Polrestro Bekasi Kota menetapkan dua orang tersangka dari kelompok Kei. Kedua tersangka ini merupakan pelaku pengeroyokan terhadap dua korban dari ormas FBR. Salah satunya meninggal dunia.

Pengibaran bendera merah putih yang digelar ormas Laskar Merah Putih (LMP) dilarang dan dihalau petugas tiga pilar Penjaringan di jembatan Pantai Indak Kapuk (PIK), Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa 17 Agustus.

Panglima Laskar Merah Putih (LMP) Daenk Jamal menyatakan, tujuan LMP membentangkan bendera merah putih sepanjang 21 meter itu dalam rangka memperingati HUT ke-76 RI. Larangan dilakukan terkait dengan protokol kesehatan yang saat itu kasus COVID-19 masih tinggi di Jakarta.

Bentrokan antar ormas terjadi di Karawang pada Rabu 24 November 2021. Akibat dari peristiwa itu satu orang tewas dan 2 penumpang mobil yang kritis. Kepolisian setempat menetapkan lima orang sebagai tersangka.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit/ Foto: IST 

Memanasnya dua ormas, FBR dan PP, setelah insiden tewasnya satu anggota FBR di Kembangan, Joglo, Jakarta Barat. Sejak peristiwa itu, menyusul berbagai peristiwa di Jakarta Barat, seperti pembakaran posko, bahkan viral video sweeping anggota ormas sebagai aksi balas dendam.

Polres Metro Jakarta Barat bersama jajarannya berupaya untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan berbagai macam cara seperti melakukan pendekatan terhadap ketua ormas. Namun seiring langkah tersebut, proses hukum atas tewasnya satu anggota FBR terus berjalan. Sehingga pada akhirnya kepolisian telah menetapkan satu orang tersangka atas kejadian tersebut.

Belum selesai disitu. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang melontarkan ucapan yang memicu emosi para anggota dan pimpinan ormas. Junimart sempat meminta Kemendagri untuk menertibkan ormas yang kerap melakukan kekerasan.

Ucapan Junimart membuat PP geram dan melakukan demo berantai, salah satunya di depan Gedung DPR RI, Senayan. Ratusan massa dari PP berkumpul di depan Gedung DPR menuntut permohonan maaf Junimart atas ucapannya.

Namun lagi-lagi, demo tersebut tidak berjalan kondusif lantaran ada insiden dimana salah satu anggota polisi mengalami pemukulan hingga memiliki luka di bagian kepala. Kepolisian pun melakukan pemeriksaan terhadap para pendemo, dan hasilnya polisi menemukan senjata tajam di lokasi demo.

Buntut dari aksi demo di depan Gedung DPR, enam anggota PP dijadikan tersangka atas kasus penganiayaan satu anggota polri, Kabag Ops Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Dermawan Karosekali.

"Kita tetapkan tentu sebagai tersangka dan menjalani proses penyidikan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan dalam konferensi pers, Selasa 30 November.

Atensi Presiden Jokowi Hingga Penertiban Atribut

Presiden Joko Widodo menegur Polri saat memberikan arahan kepada para Kepala Satuan Kerja di Badung, Bali, yang disiarkan secara virtual melalui YouTube Sekretariat Presiden, Jumat 3 Desember.

Jokowi menyentil polisi yang malah sowan ke pimpinan ormas yang kerap membuat keributan. Ia meminta agar ketegasan dan kewibawaan tidak hilang dari Polri.

"Ketegasan itu juga jangan hilang dari Polri. Kewibawaan juga jangan hilang dari Polri. Saya sudah lama sekali ingin menyampaikan, ada kapolda baru, ada kapolres baru, malah datang kepada sesepuhnya ormas yang sering membuat keributan," ujar Jokowi.

"Bener ini? (Lalu) saya tanya ke kapolres. Kenapa bapak melakukan ini? (Dijawab) supaya kotanya kondusif. Tapi apakah cara itu betul? Hati-hati jangan menggadaikan kewibawaan dengan sowan kepada pelanggar hukum," tegasnya.

Presiden JokowiYouTube Sekretariat Presiden

Menanggapi pertanyaan Jokowi, Polda Metro Jaya merasa tidak perlu untuk bertemu dengan ormas dalam rangka penegakan hukum. Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran juga langsung meminta jajarannya untuk menertibkan atribut-atribut ormas yang banyak dipasang dan bertebaran di pinggir jalan hingga wilayah permukiman warga.

Fadil mengatakan, penertiban atribut ormas dilakukan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

"Kami akan tertibkan agar kampung lebih rapi, lebih aman," kata Fadil di Mapolda Metro Jaya, Rabu 8 Desember.

Penertiban atribut ormas pun sudah dilakukan di beberapa wilayah di Jakarta. Sebanyak 1.913 atribut dari berbagai kelompok ormas yang terpasang di 10 kecamatan wilayah Jakarta Selatan telah dicopot guna mencegah keributan.

Kemudian, sejumlah pos komando (posko) ormas di wilayah Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat, ditertibkan petugas gabungan Pemerintah Kota Jakarta Barat.

Penertiban dilakukan guna mengantisipasi keributan. Posko-posko ormas itu dicat ulang agar tidak ada lagi posko berwarna khas ormas. Selain itu, bendera-bendera ormas yang berkibar di jalanan juga akan diturunkan oleh kepolisian.

Terakhir, sebanyak 120 gardu milik ormas di Jakarta Timur juga dibongkar guna memberikan rasa aman bagi warga.