Mirip Kritikan Fahri Hamzah, Formappi Bilang DPR Tak Pernah Jalankan Fungsi Pengawasan 'Stempel Pemerintah'
Gedung DPR diambil dari udara (Photo by Dino Januarsa on Unsplash)

Bagikan:

Refleksi Akhir Tahun DPR, Formappi: Lamban Soal RUU Kepentingan Publik

JAKARTA - Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) menilai kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI lamban terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) kepentingan publik. Seperti pada pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP), RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dan RUU Penanggulangan Bencana.

Formappi mencatat, capaian 8 RUU prioritas dari 37 RUU dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021 membuktikan ketidakpedulian DPR pada publik.

Peneliti Formappi Lucius Karus menilai, kinerja DPR selama 2021 juga terkesan tumpul dan lagi-lagi hanya menjadi 'stempel' pemerintah. Hal itu terbaca dari kemudahan DPR menyetujui regulasi seperti Rancangan Undang-Undang (RUU), Rancangan APBN dan pertanggungjawaban APBN.

"Kendali Pemerintah itu dilakukan melalui parpol-parpol koalisi yang selanjutnya menjadi acuan fraksi-fraksi di parlemen," ujar Lucius dalam keterangannya, Selasa, 28 Desember.

Predikat 'stempel' pemerintah, lanjut Lucius, kian menguat lantaran DPR tak pernah menjalankan fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintah secara optimal. Terutama pengawasan terhadap APBN yang rentan korupsi.

Dikatakan Lucius, DPR tidak pernah menggunakan interpelasi, angket, dan hak menyatakan pendapat mereka.

"Kritikan yang muncul sesekali lebih banyak disuarakan melalui media sosial dan media massa ketimbang di ruang rapat. Sehingga tak memberikan pengaruh pada perubahan kebijakan pemerintah," katanya.

Disisi lain, kata Lucius, munculnya putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menunjukan kelemahan kualitas legislasi DPR. Hal itu, kata dia, juga menjadi catatan penting bagi kinerja DPR dalam mengesahkan produk UU.

Selama 2021, DPR juga memiliki banyak persoalan internal. Misalnya, keinginan para anggota parlemen mendapatkan plat kendaraan khusus dan tempat isolasi mandiri di hotel. Serta pembentukan panitia khusus RUU IKN yang sempat mengabaikan tata tertib DPR.

"Kekuasaan DPR yang begitu besar menjadi tak berarti ketika hanya diabadikan untuk kepentingan mereka sendiri dan elit di partai politik," demikian Lucius.