JAKARTA - Wakil Ketua DPRD DKI dari Fraksi Gerindra, Mohamad Taufik punya pandangan berbeda dengan Fraksi PDIP soal sumur resapan. Taufik menganggap program itu cukup bermanfaat untuk menangani banjir Jakarta.
"Sumur resapan bermanfaat. Program ini bagus kok. Sumur resapan kan fungsinya untuk menanggulangi genangan. Fungsi lain yang tak kalah penting adalah penyimpanan air dalam tanah," kata Taufik kepada wartawan, Sabtu, 25 Desember.
Gerindra tak sepakat jika PDIP memandang sumur resapan tak berguna jika hanya melihat dari sejumlah masalah pembangunan di beberapa titik. Menurutnya, lebih banyak sumur resapan yang berfungsi daripada yang bermasalah.
"Dari sekian puluh ribu, satu masak yang satu dimasalahin? Komisi D (Bidang Pembangunan) bilang ini bermanfaat, kok" cecarnya.
Taufik pun mengklaim puluhan ribu sumur resapan yang sudah dibangun selama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memimpin menunjukkan hasil pengurangan volume banjir di Ibu Kota.
"Dari jumlah yang terkena (banjir), berkurang. Misalnya sebelumnya ada 50 titik yang terkena banjir, sekarang ada 10. Itu kan berarti ada upaya. Durasi banjirnya pun berkurang," ucap Taufik.
Fraksi PDIP DPRD DKI menyoroti enam program Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang selama empat tahun menjabat tak dikerjakan dengan benar. Padahal, program ini berdampak kepada masyarakat Jakarta.
BACA JUGA:
Salah satunya adalah program pengendalian banjir dengan pembuatan sumur resapan yang dianggap semrawut. Pemprov DKI menargetkan pembangunan sekitar 25 ribu titik sumur resapan dengan anggaran Rp411 miliar selama tahun 2021. Namun, Gembong bilang saat ini banyak sumur resapan yang bermasalah.
"Pengerjaan sumur resapan tak tepat sasaran. Padahal, sesuai aturan Pergub Nomor 20 Tahun 2013, sumur resapan harus berada di area bangunan, bukan di luar area seperti jalanan," ungkap Gembong.
Ia pun menyayangkan Anies belum pernah menggarap program normalisasi sungai sejak tahun 2018 hingga 2021. Padahal, target keseluruhan normalisasi sungai sebagai program pengendalian banjir sebanyak 33,69 kilometer. Sayangnya, baru 16 kilometer yang berhasil dinormalisasi. Itupun dilakuakan sebelum Anies menjabat pada 2017.
"Selama empat tahun kita hanya bergumul, hanya berdebat soal istilah mau normalisasi atau naturalisasi. Tapi apapun dua-duanya tidak ada yang dieksekusi," cecarnya.