JAKARTA - PT Kayan Hydro Energy bakal tancap gas membangun satu dari lima bendungannya di Sungai Kayan, Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kayan Cascade.
Pembangunan tersebut dilakukan setelah Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dengan dibangunnya satu bendungan ini, diharapkan produksi sudah bisa dimulai pada 2022 mendatang.
"Targetnya tahun 2022 kita sudah mulai start produksi dan dimulai dari bendungan PT Kayan Hydro Energy," kata Direktur Operasional PT Kayan Hydro Energy, Khaerony dalam konferensi pers yang digelar di Hotel JW Marriot, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 22 Desember.
Adapun pembangunan ini sejalan dengan kampanye pembangunan ekonomi hijau yang selalu digaungkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam kampanye itu, eks Gubernur DKI Jakarta tersebut selalu mengingatkan Indonesia memiliki potensi energi terbarukan dan potensi pembangkit listrik tenaga air yang luar biasa karena memiliki 4.400 sungai yang salah satunya adalah Sungai Kayan.
Khaerony kemudian memaparkan pihaknya telah melakukan berbagai hal terkait elektrifikasi untuk kebutuhan industri maupun pelabuhan. Studi teknis, sosial, ekonomi, budaya, serta sosialisasi dan proses perizinan untuk pembangunan PLTA sudah selesai.
Bahkan PT Kayan Hydro Energy sudah mendapat peringkat 5A 3 dari Dun & Bradstreet. “Jadi tidak benar jika KHE tidak bekerja atau tidak ada perkembangan seperti yang sempat beredar di media,” tegasnya.
Selain itu, perusahaan tersebut telah melakukan berbagai kegiatan baik di lapangan maupun di pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku, utamanya untuk memperoleh izin dan rekomendasi yang diperlukan untuk membangun bendungan. Kegiatan ini, sambung Khaerony, sudah dilakukan sejak 2011.
Lebih lanjut, meski izin BKPM untuk satu bendungan sudah keluar tapi masih ada izin lain yang belum keluar. Padahal semua syarat sudah terpenuhi.
“Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk Bendungan 1 baru saja keluar minggu lalu dari BKPM. Sementara untuk bendungan lainnya masih tertahan, sedangkan kita telah menunggu hampir dua tahun lamanya," ungkapnya.
Hal ini tentu disayangkannya, karena persyaratan dan kewajiban yang harus dilakukan sudah dilaksanakan. "Seharusnya izin untuk bendungan lainnya juga sudah keluar karena semua persyaratan dan kewajiban sudah kita penuhi," ujar Khaeroni.
Kondisi ini kemudian membuatnya heran. Padahal, dengan terbitnya Omnibus Law Cipta Kerja harusnya percepatan pemberian izin bisa terjadi.
Namun, di lapangan kenyataannya justru berbeda karena pihaknya harus menunggu hampir dua tahun di BKPM terkait pengeluaran izin ini. "Bagaimana kita mau kerja, kalau izin untuk bendungan masih ditahan? Selama ini kita bekerja hanya di luar kawasan hutan. Kalau kita kerja di wilayah yang izinnya belum kita kantongi nanti akan melanggar hukum,” kata Khaerony.
BACA JUGA:
Sebagai informasi, PT Kayan Hydro Energy telah melakukan pembebasan lahan dan pekerjaan pembuatan infrastruktur dari jalan pemerintah daerah menuju PLTA dan gudang bahan peledak untuk bendungan dan konstruksi jalan.
Selain itu, perusahaan ini telah menyiapkan menyiapkan infrastruktur penunjang konstruksi pembangunan PLTA Kayan Cascade. Total nilai investasi KHE untuk PLTA ini mencapai 17,6 miliar dolar Amerika Serikat.
Sedangkan PLTA Kayan ditargetkan selesai pada 2025 sesuai perencanaan awal. "Jika semua perizinan beres, kita optimis selesai sesuai target dan berjalan optimal," ujar Khaerony.
"Di mana kami juga melakukan kerjasama dengan Kawasan Industri Hijau dan Pelabuhan Internasional Tanah Kuning-Mangkupadi agar nantinya sumber daya listrik yang besar dari PLTA ini dapat terintegrasi menjadi sumber listrik utama mereka," pungkasnya.