Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito menjelaskan faktor atau temuan hasil inspeksi yang menyebabkan uji klinis tahap III obat COVID-19 Universitas Airlangga (Unair) belum dinyatakan valid.

Kata Penny, temuan yang bersifat kritikal ini memiliki dua kategori, yakni mayor dan minor, dan akan berdampak pada hasil validitas uji klinis yang diteliti sejak 28 Juli tersebut. Akibatnya, obat ini belum mendapat izin edar dari BPOM.

Pertama, subjek populasi pasien COVID-19 yang menjalani uji klinis tahap III obat ramuan Unair dan disponsori oleh TNI Angkatan Darat dan Badan Intelijen Negara (BIN) belum merepresentasikan seluruh masyarakat Indonesia. 

"Dari pasien sebagai subjek yang dipilih itu masih belum merepresentasikan keberagaman sesuai dengan protokol yang ada. Ini dikaitkan dengan variasi demografi, derajat kesakitan atau keparahan. Mulai dari derajat ringan, derajat sedang, dan parah," kata Penny dalam konferensi pers di Gedung BPOM, Jakarta Pusat, Rabu, 19 Agustus.

Kemudian, BPOM menemukan bahwa pelaksana uji klinis obat ini juga memilih populasi peserta uji klinis terhadap orang yang terkonfirmasi positif namun tanpa memiliki gejala apapun.

"Padahal, kan protokolnya orang tanpa gejala tidak perlu diberikan obat. Kita harus mengarah ke penyakit ringan, penyakit sedang, dan penyakit berat," ujar Penny.

Selain itu, Penny membeberkan bahwa penggunaan obat COVID-19 Unair ternyata tidak menunjukkan adanya perubahan yang sangat signifikan. Padahal, obat ini diklaim menyembuhkan pasien virus corona dengan tingkat kesembuhan 90 persen.

"Hasilnya belum menunjukan adanya perbedaan yang sangat signifikan. Dalam riset itu harus menunjukan bahwa sesuatu yang diintervensi baru tersebut memberikan hasil yang cukup signifikan. Jadi, perlu kita tindak lanjut lagi lebih jauh lagi," tutur dia.

Oleh sebab itu, BPOM meminta Unair merevisi proses uji klinis kombinasi obat COVID-19 tersebut sebelum BPOM mengeluarkan izin edar, sebelum akhirnya disebarluaskan ke masyarakat. 

"Koreksi-koreksi kritikal sudah kami sampaikan dan beberapa temuan lainnya, sehingga kita mendapatkan proses dan nanti harusnya juga menjadi hasil yang valid dan kita bisa berikan izin emergency use authorization," jelas Penny.

Seperti diketahui, pada 3 Juli lalu, Unair, TNI AD, dan BIN melakukan uji klinis tahap 3 untuk penggunaan obat kombinasi COVID-19 yang mereka teliti. Oang belum memiliki nama tersebut diklaim mampu membunuh virus corona sampai 90 persen dalam 3 hari.

Obat tersebut punya tiga jenis kombinasi. Pertama, Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.