JAKARTA - Kantor Kementerian Agama Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, meningkatkan pengawasan dan pembinaan di pondok pesantren sebagai langkah untuk mencegah kekerasan seksual serta hal-hal yang tidak diinginkan terjadi di lingkungan pesantren.
"Kasus pemerkosaan terhadap 12 santriwati di sebuah pesantren di daerah Bandung, Jawa Barat, mencoreng dunia pendidikan Islam. Belajar dari itu, pembinaan dan pengawasan di pesantren kami tingkatkan," kata Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Mataram HM Amin di Mataram, Senin 13 Desember dilansir dari Antara.
Amin menjelaskan di Kota Mataram terdapat 21 pondok pesantren dan selama ini belum pernah ada kasus-kasus asusila yang ditemukan di lingkungan pesantren.
"Alhamdulillah, pondok pesantren yang beroperasional di Kota Mataram, berjalan baik dan berhasil meluluskan santri dan santriwati berkualitas," katanya.
Namun demikian, Kementerian Agama RI meminta jajaran lembaga pendidikan keagamaan di seluruh Indonesia melakukan investigasi, dan Kemenag Mataram siap melaksanakan instruksi itu.
"Untuk investigasi mungkin itu khusus untuk pesantren yang ada indikasi, tapi di Mataram upaya kami adalah meningkatkan pembinaan dan pengawasan," katanya.
Artinya, pengawasan yang selama ini dilakukan secara berkala ke pesantren misalnya satu bulan sekali, ditingkatkan menjadi 2-3 kali sebulan sambil melakukan evaluasi.
Kemenag juga sudah berencana akan mengumpulkan pimpinan pondok pesantren, hanya saja terkendala aturan pandemi COVID-19 yang tidak membolehkan untuk dilakukan pertemuan dengan jumlah banyak.
BACA JUGA:
Tapi secara umum, pihaknya sudah memberikan arahan agar pimpinan pesantren juga meningkatkan dan melakukan pengawasan ketat baik di dalam maupun di luar terhadap aktivitas santri termasuk gurunya.
"Dengan demikian, ketika ditemukan indikasi hal-hal yang tidak sesuai bisa dilakukan pencegahan dini. Untuk hal ini, kami yakin semua pimpinan pesantren sudah paham, hanya perlu diingatkan," katanya.
Amin sangat menyesalkan peristiwa pemerkosaan yang dilakukan seorang guru pesantren Herry Wirawan kepada 12 santriwati di Bandung, Jawa Barat.
"Apapun alasannya, hal itu tidak boleh terjadi sebab ini mencoreng dunia pendidikan Islam. Semoga tidak ada lagi kasus serupa di tempat lain," katanya.