JAKARTA - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Livia Istania Iskandar menyebut sejumlah santriwati korban pemerkosaan HW ditolak masuk sekolah lain dengan alasan beda kurikulum.
"Informasi terakhir yang kami dapatkan adalah ada sekolah-sekolah yang menolak karena kurikulumnya tidak sesuai dengan kurikulum sekolah biasa dan masalah administrasi dan sebagainya," kata Livia dalam diskusi virtual, Minggu, 12 Desember.
Livia menyebut kesulitan untuk mendapatkan hak pendidikan para santriwati ini perlu mendapat perhatian bagi pemerintah, khususnya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
"Kami sudah sampaikan ke Pak Emil. Pak, tolong ini jajaran bapak untuk memastikan dan jangan sampai terus kemudian kita menghukum anak-anak yang tidak bersalah ini," ungkap Livia.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, Livia juga meminta dukungan dari masyarakat penting agar korban bisa melanjutkan kehidupannya dengan normal. “Stigmatisasi tentunya berdampak buruk bagi korban, ini yang harus senantiasa kita hindari”, harap Livia.
Sebagai informasi, kasus pemerkosaan santriwati mulai terungkap sejak adanya laporan sekitar bulan Mei 2021 ke Polda Jawa Barat. Setelah itu, laporan tersebut ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan penyidikan hingga berkas perkara lengkap dan dilimpahkan ke kejaksaan.
Dari kasus tersebut, diketahui seorang guru berinisial HW melakukan tindakan asusila kepada 12 orang santriwati. Bahkan sudah ada santriwati yang hamil dan melahirkan beberapa orang anak.
HW juga merupakan pemilik salah satu pondok pesantren yang ada di Kota Bandung. Ia itu kini sudah berstatus sebagai terdakwa karena berkas perkaranya sudah masuk pengadilan.