Bagikan:

JAKARTA - Koalisi LaporCovid-19 mengungkapkan sejumlah rumah sakit rujukan COVID-19 membebankan biaya perawatan pasien COVID-19 hingga ratusan juta rupiah. Akibatnya lima warga yang berasal dari Jakarta, Surabaya, dan Bali yang menjadi korban pembebanan biaya tersebut melaporkan kepada Ombudsman RI.

Anggota Koalisi LaporCovid-19, Amanda Tan menuturkan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan sejumlah Dinas Kesehatan menjadi terlapor karena diduga melakukan pembiaran pembebanan biaya perawatan COVID-19 oleh rumah sakit tersebut.

"Para pengadu merupakan keluarga dari pasien atau pasien langsung CIVUD-19 yang dirawat di RS rujukan rata-rata selama awal hingga pertengahan tahun 2021. Namun, mereka dipaksa menanggung sendiri biaya perawatan dan pengobatan yang sangat mahal mulai dari Rp150 juta bahkan ada yang mencapai Rp750 juta," kata Amanda dalam keterangannya, Jumat, 10 Desember.

Padahal, kata Amanda, kelima warga ini memenuhi syarat untuk ditanggung pembiayaannya oleh negara berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No 4344 Tahun 2021.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2016, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Penanggulangan Wabah, segala biaya perawatan dan pengobatan pasien COVID-19 wajib ditanggung oleh negara dari sejak dinyatakan suspek hingga sembuh.

Amanda menjelaskan, rumah sakit memiliki sejumlah alasan atas pembebanan biaya pasien COVID-19. Di antaranya fasilitas kesehatan yang membatasi masa penanggungan hanya 14 hari, pasien yang dipaksa pulang meski belum sembuh dan membutuhkan perawatan, permintaan uang muka untuk perawatan, hingga alasan tidak bekerja sama RS dengan BPJS.

Bahkan, ada rumah sakit yang memaksa warga tersebut membuat pernyataan penanggungan biaya perawatan pasien COVID-19 secara mandiri.

"Terhadap masalah tersebut, Dinas Kesehatan beberapa kota yang menerima pengaduan dari para korban, alih-alih memberikan teguran justru mengafirmasi pelanggaran tersebut dalam tanggapannya," ujar Amanda.

Lalu, kata dia, masalah juga didapat pada penanganan Kementerian Kesehatan yang membatasi penanggungan obat Covid-19 Gammaraas dan plafon reimbursement biaya perawatan oleh Kementerian Kesehatan.

"Pola-pola tersebut melanggar hukum dan merupakan tindakan maladministrasi dalam pelayanan kesehatan COVID-19 sebagai layanan publik yang krusial di masa kedaruratan kesehatan," bebernya.