PONTIANAK - Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono menyatakan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di kota itu tahun 2021 sebesar 79,93 atau tertinggi di Provinsi Kalimantan Barat.
"Alhamdulillah IPM Kota Pontianak naik dibanding tahun lalu sebesar 79,44 meningkat menjadi 79,93 di tahun 2021, sehingga tertinggi di Kalbar," kata Edi Rusdi Kamtono di Pontianak, Antara, Selasa, 30 November.
Edi menambahkan, capaian IPM Kota Pontianak ini di atas rata-rata nasional yakni 72,29. Ada beberapa indikator yang mendongkrak nilai IPM di Kota Pontianak. Pertama berkaitan dengan tingkat belanja masyarakat Kota Pontianak yang meningkat di tahun 2020 lalu.
Kedua, akses pendidikan dan kesehatan yang baik. Ketiga, rata-rata lama bersekolah yang mencapai 11 tahun 8 bulan atau hampir mendekati 12 tahun wajib belajar.
"Capaian IPM ini membuktikan keberhasilan jajaran Pemerintahan Kota (Pemkot) Pontianak dalam melaksanakan program visi misi yang diemban," katanya.
Menurutnya perkembangan tren IPM yang meningkat ini merupakan motivasi pihaknya untuk mencapai lebih tinggi lagi, yakni targetnya di atas angka 80. Sebab IPM merupakan barometer keberhasilan dalam pembangunan kualitas hidup masyarakat di Kota Pontianak.
Selain itu juga menjadi target pembangunan dalam membahas asumsi makro terutama dalam penyusunan APBD, dan tidak kalah pentingnya, juga sebagai salah satu penentu dalam Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat, termasuk dana insentif daerah.
"Mudah-mudahan dengan pemulihan ekonomi yang sedang kita lakukan baik infrastruktur maupun investasi lainnya bisa meningkatkan taraf hidup dan pertumbuhan ekonomi di Kota Pontianak," kata Edi.
Sementara itu, Kepala BPS Provinsi Kalbar Mohammad Wahyu Yulianto menerangkan, IPM Kota Pontianak memang tertinggi di Provinsi Kalbar dengan nilai 79,93 dengan harapan bisa mencapai 80.
Ada beberapa indikator diantaranya komponen kesehatan, pendidikan dan capaian tertinggi terkait intervensi Pemkot Pontianak untuk menjaga tingkat pengeluaran masyarakat terutama di tengah pandemi COVID-19.
"Dengan intervensi untuk menjaga konsumsi masyarakat cukup baik sehingga IPM untuk indikator pengeluaran masyarakat baik," katanya.
BACA JUGA:
Adanya pandemi COVID-19, tentu berdampak terhadap ketenagakerjaan seperti pengangguran, yang sekarang bukan hanya dari sisi yang menganggur karena terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), melainkan juga dilihat dari sisi seberapa besar jam kerjanya. Dahulu sepekan normalnya 35 jam, ternyata dengan ada pembatasan jam kerja menjadi berkurang.
"Dengan kondisi yang semakin baik kita harapkan pekerja bisa aktif kembali dan ke depan indikator seperti pertumbuhan ekonomi akan berimbas pada penurunan pengangguran," kata Wahyu.
Terkait statistik angka kemiskinan, untuk tingkat kemiskinan yang dihitung BPS yakni kemiskinan makro, artinya tidak merujuk pada by name by address tetapi hanya melihat seberapa besar persentase dari tingkat kemiskinan yang ada.
Di Kota Pontianak tingkat kemiskinan makro mengalami penurunan karena pendekatannya pada pengeluaran konsumsi masyarakat. Intervensi Pemkot Pontianak dalam menjaga konsumsi masyarakat dilakukan sehingga tingkat kemiskinannya menurun karena konsumsi masyarakat terjaga.
"Sekarang yang tengah digalakkan Pemkot Pontianak yakni terkait kemiskinan mikro," katanya.