Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Bupati Hulu Sungai Utara nonaktif Abdul Wahid melakukan praktik jual beli jabatan di lingkungannya. Hal ini didalami dengan memeriksa 14 saksi pada Selasa, 23 November kemarin.

"Bertempat di Kantor Polres Hulu Sungai Utara, tim penyidik telah memeriksa saksi untuk tersangka AW," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Rabu, 24 November.

Para saksi yang diperiksa itu adalah pemilik CV Agung Perkasa kontraktor yang biasa mengerjakan pekerjaan di Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara pada 2021, Syamsul Hamidan; kontraktor di dinas Bencana alam, Direktur PT. Prima Mitralindo Utama Barkati/Haji Kati; dan Kontraktor Wakil Direktur CV Hanamas Marhaidi.

Berikutnya, Pemilik CV Lovita, H Sapuani alias Haji Ulup; Kontraktor, Abdul Hadi; serta Kasi Pembangunan dan Peningkatan Pengairan pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan ruang Dan Pertanahan HSU Hairiyah.

Selanjutnya, Direktur PT Sapta Surya Tosan Talina 2007 hingga saat ini, Muhammad Sam’ani; Direktur PT Cahaya Sambang Sejahtera, Muhammad Muazakkir; dan Direktur PT. Seroja Indah Persada, Rakhmadi Effendie alias H Madi.

Terakhir Kontraktor, H Rusdi; swasta, Abdi Rahman; Staf SMP Negeri 8 Amuntai, Yandra; Bapelitbang Ina Wahyudiaty; dan BPKAD, Thamrin.

Ali mengatakan para saksi itu hadir dan menerangkan sejumlah hal. Termasuk perihal penerimaan fee proyek oleh Abdul Wahid dan penerimaan uang dari para aparatur sipil negara (ASN) yang akan duduk di jabatan tertentu.

"Seluruh saksi hadir dan menerangkan antara lain terkait dengan dugaan penerimaan fee proyek oleh Tsk AW dan juga adanya penerimaan lain berupa uang dari para ASN yang akan menduduki jabatan struktural di Pemkab HSU," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan dan menahan Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid sebagai tersangka terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa.

Penetapan ini dilakukan setelah komisi antirasuh menetapkan tiga orang tersangka yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT) pada 15 September lalu.

Ketiga orang ini adalah Plt Kadis PU Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi.

Dalam kasus ini, Abdul jadi tersangka karena menerima uang dari Plt Kepala Dinas PUPRP Maliki. Uang tersebut diserahkan sesuai permintaannya karena menunjuk Maliki.

Selain itu, Abdul juga menerima pemberian komitmen fee sebesar 10 persen dari proyek pekerjaan Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021 dengan jumlah Rp500 juta.

Berikutnya, ia juga diduga menerima uang sejumlah Rp4,6 miliar pada 2019; Rp12 miliar pada 2020; dan Rp1,8 miliar pada 2021. Uang tersebut diberikan sebagai komitmen fee dari proyek lain yang telah dikerjakan oleh pihak swasta.