JAKARTA - Ketika sebuah ledakan memporakporandakan Ibu Kota Libanon, Beirut, peristiwa tersebut mendatangkan malapetaka di hampir semua tempat di Beirut. Bangunan yang berada sejauh 10 kilometer dari lokasi ledakan rusak.
Istana Baabda, kediaman resmi presiden Libanon, juga mengalami rusak parah. Pecahan kaca memenuhi jalan dan ledakan itu menyebabkan gempa bumi berkekuatan 3,3 SR, kata Survei Geologi Amerika Serikat (AS).
Dari data yang didapat tim VOI pada Rabu 5 Agustus pukul 16.30 WIB, sebanyak 100 orang dinyatakan tewas dan lebih dari 4.000 luka-luka. Banyak penduduk Beirut bergegas ke rumah sakit untuk mendonorkan darahnya.
"Saya berada di teras ketika seluruh lingkungan terguncang kiri dan kanan," kata Bane Fakih, seorang pembuat film yang tinggal di ujung barat Beirut, dilansir dari CNN.
Ledakan membentuk awan jamur dan bisa terdengar di pinggiran kota terjauh. Awan merah raksasa menggantung di atas langit ketika penduduk kota mulai mengungkap skala kerusakan pada rumah mereka. Banyak penduduk yang mencari perawatan untuk luka mereka dan dengan panik memanggil orang yang mereka cintai untuk melihat apakah mereka aman atau tidak.
"Pelabuhan Beirut benar-benar hancur," kata saksi mata Bachar Ghattas, menggambarkan peristiwa yang sedang berlangsung itu sebagai sesuatu yang mirip dengan kiamat.
"Sangat, sangat menakutkan apa yang terjadi saat ini dan orang-orang ketakutan," katanya. "Layanan darurat kewalahan."
BACA JUGA:
Ada laporan yang saling bertentangan tentang apa yang menyebabkan ledakan itu. Pada awalnya ledakan diketahui kebakaran besar di gudang kembang api dekat pelabuhan. Direktur Direktorat Keamanan Umum mengatakan, ledakan itu disebabkan oleh "bahan peledak tinggi" yang disita, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Pemandangan mengerikan ini datang setelah hampir satu tahun kekacauan ekonomi dan politik menjerumuskan Libanon ke jurang ketidakpastian. Bahkan menurut banyak ahli, membawa Libanon ke ambang kehancuran. Kemiskinan melonjak hingga lebih dari 50 persen dan pemandangan orang-orang yang mencari kebutuhan dasar di pembuangan sampah sudah menjadi hal biasa.
Orang-orang muda yang baru beberapa bulan lalu melakukan pemberontakan terhadap politik negara itu, mati-matian mencari jalan keluar.
"Saya belum pernah melihat Beirut seperti ini sebelumnya. Beirut hari ini tampak seperti hati kami," kata aktivis Maya Ammar. "Kami tidak punya apa-apa lagi. Tepat ketika kami pikir itu tidak bisa lebih buruk."
"Keluarga saya dan orang yang saya cintai meminta saya untuk pulang ke rumah karena mereka tidak ingin saya menghirup racun, tapi saya tidak bisa kembali ke rumah. Saya punya teman yang kehilangan rumah," tambahnya.
"Rumah mereka hancur total. Aku harus pergi dan membantu mereka."
Terkait jumlah rumah yang hancur masih terjadi kesimpangsiuran. Beberapa laporan, berdasarkan pernyataan dari Gubernur Beirut Marwan Abboud, mengatakan bahwa ratusan orang kehilangan rumah mereka. Sementara laporan dari media lokal MTV melaporkan bahwa terdapat 250.000 orang kehilangan tempat tinggal.