Menanti Kinerja Pimpinan Baru Bersama Dewan Pengawas KPK
Ilustrasi KPK (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Kepemimpinan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 Firli Bahuri bakal mempunyai beban berat. Bukan hanya menyelesaikan kasus yang wariskan oleh Agus Rahardjo dkk, tapi juga beban untuk membuktikan pada masyarakat jika perubahan struktur di dalam tubuh lembaga itu tak mempengaruhi kinerja mereka.

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengatakan, jangan karena ada Dewan Pengawas KPK di dalam tubuh lembaga itu kemudian membuat kinerja mereka turun. Apalagi, selama periode kepemimpin Agus Rahardjo dkk, lembaga antirasuah tersebut berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp1,5 triliun.

Bahkan, pengembalian aset negara (asset recovery) dari kasus korupsi berhasil dilakukan KPK secara signifikan, yaitu mencapai Rp532 miliar di tahun 2016.

BACA JUGA:


"Jangan sampai justru dengan pengaturan terbaru mengenai struktur dan tata kerja ini, kinerja KPK dalam memberantas korupsi malah menurun daripada periode-periode sebelumnya," kata Sekjen FITRA Misbah Hasan lewat keterangan tertulisnya, Sabtu, 21 Desember dan menambahkan hal ini harus jadi perhatian serta harus dibuktikan oleh pimpinan KPK yang baru.

FITRA juga menyoroti langkah operasi tangkap tangan (OTT) yang biasa dijadikan salah satu cara mengungkap kasus korupsi. Jangan sampai, operasi tangkap tangan ini jadi tak efektif di bawah kepemimpinan Firli Bahuri karena adanya dewan pengawas.

"Dewan pengawas juga jangan sampai malah dituding menjadi biang masalah dalam efektivitas KPK untuk melakukan OTT," tegas Misbah.

"Justru (dengan adanya Dewas KPK) kegiatan OTT KPK harusnya lebih meningkat progresnya," imbuhnya.

Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Memang, sejak ada UU Nomor 19 Tahun 2019 terjadi perubahan struktur di dalam KPK. Kini, lembaga antirasuah itu punya dewan pengawas yang tugasnya diatur dalam Pasal 37B yang diantaranya, mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK serta memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.

Sehingga oleh publik, dewan pengawas ini dianggap sebagai salah satu langkah yang bakal mengganggu jalannya penindakan kasus korupsi.

Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean sebenarnya sudah menanggapi soal skeptisme publik terkait adanya dewan ini. Menurut dia, rasa skeptis ini justru bakal memotivasi agar kinerja dewan pengawas yang sudah dilantik Presiden Jokowi bisa lebih baik lagi.

Tumpak yang merupakan mantan Komisioner KPK jilid I ini, mengatakan tak masalah jika ada pandangan sebelah mata dari publik.

"Jadi bagi kami itu tidak ada masalah, kalau ada yang merasa skeptis tadi," ungkap Tumpak di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 20 Desember.

Dia juga mengatakan, keberadaan Dewan Pengawas KPK memanglah pelik. Hanya saja, dewan ini harus ada karena sudah disahkan dalam UU KPK Nomor 19 Tahun 2019. "Saya tahu ini pelik soal kehadiran Dewas KPK, tapi sudah ya, sudah disahkan," tegasnya.

Sehingga dia minta publik tak lagi mempersoalkan jabatan Dewas KPK dan berharap kehadiran dewan ini bisa diterima untuk memperkuat jalan pemberantasan korupsi.

"Mari kita sama-sama laksanakan dengan baik. Kalau pun ada kekurangan di sana, di sini, mungkin secara perlahan-lahan kita dapat sempurnakan kembali," ujarnya.

Diketahui bersama lima pimpinan KPK periode 2019, untuk pertama kalinya Presiden Jokowi melantik dewan pengawas. Mereka yang dilantik adalah Tumpak Hatorangan Panggabean, Albertina Ho, Artidjo Alkostar, Syamsudin Haris, dan Harjono.