Efek Buruk dari Pandemi di Denpasar: Marak Kasus Gugat Cerai karena Ekonomi
Ketua Pengadilan Agama Denpasar, Bali, Amanudin

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Pengadilan Agama Denpasar, Bali, Amanudin bilang, dari sejumlah kasus perceraian yang disidangkan selama masa pandemi COVID-19, didominasi karena faktor ekonomi. Pandemi benar-benar bisa memukul keharmonisan sebuah keluarga.

"Akibat pandemi COVID-19 ternyata juga memberikan efek terbanyak kasus perkara cerai gugat yang diajukan oleh istri ke suami. Karena memang alasan faktor ekonomi yang terbanyak," kata Amanudin di Pengadilan Agama Denpasar, Jumat 5 November.

Ia mengatakan tercatat selama tahun 2021 ada 520 kasus cerai-gugat yang di Pengadilan Agama Denpasar.

"Faktor ekonomi terbanyak karena pandemi dan tidak bisa menahan dengan kondisi dan memilih untuk sendiri daripada bertahan karena beban," katanya dilansir dari Antara.

Jika dibandingkan dengan sebelum pandemi, kata Amanudin kasus perceraian cenderung melandai, dengan jumlah dibawah 300-500 kasus.

Dikatakannya, meski pandemi kondisi gugatan perceraian masih terbilang normal. Namun, faktor yang mendorong gugatan tersebut didominasi karena situasi ekonomi, selain itu adanya pihak ketiga.

"Terbanyak karena faktor ekonomi dan tidak ada rasa tanggung jawab, selain karena minum-minum keras pun juga tidak terlalu ya, karena ekonomi lah terbanyak. Sementara kalau rujuk, ya beberapa mereka bercerai tapi lebih enak dengan pasangan yang lama dan karena sudah punya anak juga," katanya.

Sementara untuk wilayah yang dominan dalam pengajuan cerai ini diantaranya dari wilayah Denpasar Utara dan Denpasar Selatan.

Selain itu, pengajuan gugat cerai juga didominasi pendatang yang berdomisili di Bali.

"Mereka yang punya identitas, boleh juga yang berdomisili di mana saja mereka berdomisili bisa sehingga tidak harus sesuai KTP. Yang penting bisa menunjukkan dia tercatat di sini. Rata-rata ya muslim ada yang pendatang ya (ajukan gugat-cerai)," kata Amanudin.