John Paul Ivan Tentang 'Menangkal' Promotor Musik Nakal
John Paul Ivan (Instagram @i_am_john_paul_ivan)

Bagikan:

JAKARTA - Peristiwa pembatalan sejumlah konser yang mencoreng muka dunia showbiz Tanah Air dalam sebulan terakhir, ditambah kerusuhan yang berujung perusakan panggung serta pembakaran tenda di acara musik Musikologi akhir pekan lalu, membuat banyak pihak angkat bicara. Salah satunya John Paul Ivan, mantan gitaris band rock Boomerang.

JPI - demikian dia dikenal - mengungkap, dirinya pernah mengalami masalah serupa. Menurut dia, ada berbagai hal yang menjadi penyebab pembatalan sebuah konser. Di antaranya, pemodal event menarik diri sehingga membuat semua pihak kelabakan.  

"Biasanya (yang suka batal) ini event yang berbayar tiket masuk, yang enggak pake sponsor utama. Jadi, ada kerja sama antara event organizer (EO) dengan pemodal untuk menjalankan event, karena pemodal cabut, mendekati hari H si EO-nya enggak bisa membayar vendor, venue, dan artisnya, apalagi penjualan tiket engak memenuhi target, alias enggak laku," jelas JPI kepada VOI.

Yang kedua, lanjut gitaris yang kini bergabung dengan band Take Over, ada oknum EO yang nakal membawa lari dana modal event. Hal ini menyebabkan pembatalan event pada hari H karena tidak bisa melakukan pelunasan ke vendor dan artis.

"Selanjutnya, karena EO enggak bisa/mau keluar dana tambahan untuk memenuhi permintaan oknum polisi yang meminta lebih pembayaran untuk perizinan sebuah konser, dengan dalih takut terjadi kerusuhan," lanjut dia.

Sementara itu terkait ganti rugi, gitaris berambut keriting ini menyebut semua tergantung dengan kesepakatan kontrak di awal. Karena ada yang menerapkan secara straight tapi ada juga yang sifatnya toleransi berupa keringanan.

Kalau secara kontrak event, di band mana pun JPI berada, dari dulu dia selalu ada legal on paper dan materai, dan selalu straight kalau memang ada pembatalan dari pihak penyelenggara.

"Harus dibayar lunas! Biasanya pelunasan H-2. Kami enggak ngasih penalti ke pihak EO, cukup dilunasi saja. Tapi ada kasus sikon kalau pihak EO kabur atau menghilang sebelum tanggal acara. Nah, ini susah kalau kita minta pelunasan. Walhasil kita batal main dan hanya dapat DP aja, acaranya lewat gitu aja," jelas JPI.

Berbeda halnya jika EO-nya merupakan orang yang dia kenal atau teman. Biasanya, ungkap JPI, kedua belah pihak tidak men-treatment kesepakatan secara formal dan hanya berdasarkan kepercayaan. 

"Enggak pake kontrak on paper, yang penting transferan beres sebelum hari H," tukas Ivan, sapaannya.

JPI juga mencontohkan ketika dirinya masih menjadi gitaris Boomerang. Sebuah kejadian pahit pernah dia alami dua kali saat tampil di Balikpapan dan Mojokerto. Saat itu, penyelenggara event meminta pelunasan honor dilakukan setelah show selesai, dan Boomerang memberikan toleransi. Tapi, kemudian penyelenggara beralasan mereka mengalami kerugian sehingga pelunasan tidak bisa keluar malam itu dan harus mundur.

Boomerang kembali memberikan toleransi kepada penyelenggara. Tapi, setelah batas waktu yang ditentukan, ternyata tidak ada niat baik dari penyelenggara untuk melunasi honor dan terus memberi alasan klise. Akhirnya mereka pun menghilang alias kabur.

"Nah, itu yang akhirnya jadi pelajaran bagi kami untuk bikin kontrak event yang straight. Ada DP baru bisa naik promo event, pelunasan H-2 baru kita berangkat ke kota acara berlangsung. Selama sistem itu enggak ada, ya udah... 'no payment no party'," tandas JPI.