Candu Sugestif Obat Kuat
Ilustrasi (Ilham Amin/VOI)

Bagikan:

Kita mengetahui kompleksitas masalah vitalitas di antara pengguna obat kuat lewat artikel "Peta Masalah Vitalitas di Antara Pengguna Obat Kuat". Bagian dari Tulisan Seri khas VOI, "Kuat karena Obat". Lewat artikel kali ini kita dalami alasan sekaligus melihat sifat sugestif penggunaan obat kuat.

Pria tak dikenal itu mengenakan kaos putih dengan celana pendek berwarna krim. Ia tengah menikmati kopi kala menimpali obrolan kami dengan seorang penjual obat kuat di kawasan Mangga Besar, Jakarta Pusat. "Sikat aja, bang. Bagus itu," ucapnya, Kamis malam, 9 Januari.

Kami tak merespons. Begitu pula si pedagang yang luput kami tanyai namanya. Ia bergeming. Obrolan dengan penjaga warung obat kuat bernomor 77 itu kami akhiri dengan membeli selembar tisu ajaib. Setelahnya, kami menyambangi si pria tak dikenal, menanyakan pengalamannya menggunakan obat kuat. Sayang, sia-sia. "Belum pernah, bang. Kalau saya mah (vitalitas) oke-oke aja," katanya.

Beberapa hari sebelum perjalanan ke Mangga Besar, kami berbincang dengan kawan lama, Jimi --bukan nama sesungguhnya-- yang mengaku pernah mengalami 'ketagihan' menggunakan obat kuat. Ketagihan yang juga membuatnya kapok.

Ketagihan obat kuat dialami Jimi sejak kami masih sama-sama kuliah. Pengalaman seksual Jimi, barangkali perlu diakui, memang jauh lebih kaya daripada kami. Jimi adalah kawan yang paling sering mengunci kamar indekosnya, dan kami tahu ada perempuan di dalam sana. Ia bukan orang yang suka gonta-ganti pasangan. Tapi, kami tahu aktivitas seksual dengan pacarnya kala itu amat intens.

Di masa-masa itu, Jimi menggunakan berbagai jenis penguat, mulai dari obat hingga krim oles. Tak ada merek obat minum spesifik yang Jimi gunakan, meski ia mengaku Viagra sebagai pilihan utamanya. "Viagra, sih. Beberapa kali pakai yang lain. Cialis. Atau merek-merek lain yang harganya enggak jauh dari Cialis," kata Jimi.

Macam-macam merek obat kuat (Irfan Meidianto/VOI)

Soal reaksi penggunaan Viagra, Jimi hapal betul. Ia menjelaskan, efek ereksi penggunaan Viagra dapat ia rasakan dalam waktu sepuluh hingga 15 menit sejak menelan satu pil. Reaksi itu hanya permulaan. Dalam kurun waktu 30 menit hingga satu jam, Jimi dapat merasakan peningkatan reaksi ereksi dan libido dalam tingkat yang semakin tinggi. Dengan obat kuat, Jimi jauh lebih 'perkasa'. Ia mengaku bisa beraksi di atas ranjang hingga 30 menit dengan tingkat penetrasi mencapai 80 persen.

Efek obat kuat sendiri, menurut Jimi akan berangsur hilang setelah empat jam. Tahap demi tahap hingga efek samping yang tertinggal. Efek pertama, tentu saja ereksi panjang dan berkala. Jimi mengaku, Pil Biru beberapa kali masih berfungsi meski telah melewati sepuluh jam sejak ia telan. Lainnya, efek samping obat kuat yang pernah dirasakan Jimi adalah sakit kepala dan susah tidur.

"Rekor itu kayaknya sepuluh jam. Pokoknya pakainya udah dari kapan, efeknya masih. Dan itu beberapa kali," kata Jimi.

Bosan menggunakan obat minum, Jimi sempat berpindah menggunakan obat oles Hajar Jahanam. Dengan Hajar Jahanam, Jimi semakin tak karuan. Ia tak lagi ketakutan soal efek samping obat minum. Namun, menurut Jimi, menggunakan krim oles malah membuat kemaluannya kebas. Ia tak lagi merasakan nikmat sentuhan kala berhubungan intim.

Namun, peduli kentut. Seks, buat Jimi sudah jauh lebih dari nikmat. Jimi telah terbiasa jadi penguasa. Kuasa yang tak akan ia tinggalkan. Titik kapok Jimi adalah ketika ia mengalami luka lecet di bagian penis. "Iya, emang bisa. Gue kan gitu (lecet)," kata Jimi.

Kekuatan sugesti

Pengalaman Jimi dan ketagihannya pada obat kuat menunjukkan kuatnya pengaruh sugesti dalam penggunaan obat kuat. Psikolog seksual, Zoya Amirin mengamini itu. Menurut Zoya, ada persoalan mendasar yang terjadi dalam diri banyak laki-laki: keresahan.

"Kecemasan ini yang membuat laki-laki merasa lemah. Tapi, laki-laki boro-boro terlihat lemah. Merasa lemah saja sudah enggak mau," kata Zoya ditemui VOI di Jakarta beberapa waktu lalu.

Keresahan itu mendorong banyak laki-laki mencari obat kuat sebagai jalan pintas memenuhi standar yang mereka ciptakan sendiri secara sugestif. Selain dorongan sugestif, ada faktor biologis yang juga kerap mendorong lelaki menggunakan obat kuat. Namun, itu hanya segelintir.

"Faktor biologis, misalnya, yang laki-laki meminum obat antidepresan, meminum obat-obatan, atau mengalami diabetes. Memang agak perjuangan lah, ya untuk mempunyai seksual performance yang konsisten. Ada alasan biologis yang membuat dia mengalami anxiety, cemas, dan sebagainya," kata Zoya.

"Saya memberikan saran romantis kepada setiap lelaki (agar) tidak terjebak dalam lingkaran setan dan cepat mencari obat kuat. Karena, begini, masalah performa seksual yang membuat laki-laki nervous ada faktor biologis dan psikologis," tambahnya.

Mengalahkan sugesti

Seperti perkara kecanduan lain. Dalam kasus kecanduan sugestif obat kuat, seseorang harus menemukan jalan keluar. Menurut Zoya, jalan keluar itu adalah meninggalkan budaya patriarki yang jadi akar persoalan.

Di mata Zoya, budaya patriarki dalam seks telah membawa laki-laki melewati batas. Ia bahkan menyinggung sejumlah kasus bagaimana laki-laki memilih lokalisasi untuk menikmati pengalaman seks pertamanya.

"Hal inilah budaya-budaya semacam ini, sekali lagi saya bilang budaya yang sebenarnya salah kaprah. Ini yang menyebabkan kenapa banyak laki-laki ketika melakukan hubungan seks pertama mereka sering pergi ke PSK, mencoba melakukan hubungan seks itu supaya ketika dia berhubungan seks dengan orang yang dia sukai, dia tidak mau sampai kehilangan muka, kehilangan harga diri ketika dia tidak bisa menunjukan performa seksualnya yang paling oke," tutur Zoya.

Zoya Amirin (Irfan Meidianto/VOI)

Selain keluar kurungan pikiran berbasis patriarki, setiap laki-laki harus mengedukasi diri mereka dengan pengetahuan seksual. Bukan tentang bagaimana memuaskan pasangan, tapi membekali diri dengan kesadaran bahwa seks bukan perkara perkasa.

Dalam hubungan seks ideal, peran perempuan atau laki-laki sama-sama krusial. Keduanya perlu "bekerja sama" untuk mencapai orgasme. Ada atmosfer yang harus dibangun di antara laki-laki dan perempuan. Ada suasana nyaman yang perlu diciptakan untuk relaksasi pikiran.

Dan khusus perempuan, peran aktif diperlukan. Perempuan perlu memberi informasi tentang titik-titik sensitif yang dapat merangsangnya. Di samping memberi keleluasaan untuk saling melakukan pemanasan (foreplay), tentunya.

"Proses ini membuat dia (laki-laki) merasa jantan kalau dia bisa mengontrol itu semua. Tapi, sayangnya, kalau itu hanya biologis yang bisa dikontrol dengan obat, enggak apa apa. Tapi, jangan lupa bahwa the whole about sex adalah tentang apa yang Anda pikirkan, tentang apa yang Anda rasakan," kata Zoya.

Artikel Selanjutnya: Masalah Percaya Diri Berbuah Problema Vitalitas