Keraton Agung Sejagat, Kerajaan yang Meresahkan
Pawai Kerajaan Agung Sejagat (Foto: Twitter @aritsantoso)

Bagikan:

JAKARTA - Keraton Agung Sejagat di wilayah Purworejo, Jawa Tengah, ramai diperbincangkan di media sosial. Banyak yang mempertanyakan, apakah sebenarnya Keraton Agung Sejagat itu.

Keraton Agung Sejagat ini meresahkan masyarakat. Dua orang yang berperan sebagai raja dan permaisuri keraton ini ditangkap polisi atas laporan tersebut.

Mereka adalah Toto Santoso (42) dan Fanni Aminadia (41) yang ditangkap anggota Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah, Selasa, 14 Januari, sekitar pukul 18.00 WIB.

Karo Penmas Div Humas Polri Brigjen Argo Yuwono membenarkan ihwal penangkapan terhadap keduanya. Penangkapan mereka berdasarkan keresahan warga atas keberadaan Keraton Agung Sejagat.

"Mereka diduga melakukan tindakan yang diduga akan menimbulkan keonaran dan keresahan di masyarakat," ucap Argo kepasa VOI saat dikonfirmasi, Rabu, 15 Januari.

Selain itu, beberapa barang yang ditemukan saat penangkapan keduanya pun dijadikan barang bukti. Kartu Tanda Pengenal (KTP) hingga dokumen palsu tekait perekrutan anggota menjadi salah satu diantaranya.

Bahkan, hingga saat ini, puluhan saksi sudah dimintai keterangannya terkait dengan keberadaan hingga semua hal yang berhubungan dengan Keraton Agung Sejagat.

"Sudah 10 orang yang dimintai keterangan sebagai saksi. Mereka merupakan warga Desa Pogung, Purworejo yang merasa resah karena kegiatan pelaku," kata Argo.

Terpisah, Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Iskandar Fitriana Sutisna, menambahkan, pasangan suami istri yang mengaku sebagai raja dan permaisuri sedang diperiksa secara intensif. Bahkan, atas perbuatannya, keduanya pun saat ini dijerat dengan Pasal berlapis. Sebab, ditemukan juga adanya dugaan penipuan yang mereka lakukan.

"Dua orang pelaku yang di duga melakukan perbuatan melanggar Pasal 14 undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1946 dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan," kata Iskandar.

Sekedar informasi, Pasal 14 undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1946 tentang; "Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun"