JAKARTA - Pengamat Timur Tengah, Faisal Assegaf memuji keinginan Presiden Prabowo Subianto untuk mengevakuasi seribu pasien korban perang di Gaza, Palestina. Bila teralisasi, Faisal menilai Prabowo melakukan terobosan luar biasa untuk mendukung Palestina.
“Dia (Prabowo) melontarkan wacana yang menurut saya praktis. Itu terobosan karena akan mengevakuasi seribu pasien dari Gaza. Itu memang wacana yang sangat menarik,” ujar Faisal dalam podcast EdShareOn bersama host Eddy Wijaya, yang tayang pada Rabu, 27 November 2024.
Menurut Faisal, perhatian Prabowo terhadap korban perang di Gaza, Palestina, sangat berarti di tengah kondisi warga yang terus ditindas. Terlebih lagi, lanjut Faisal, bila Prabowo berani berkunjung ke negara berjuluk Negeri Batu Kapur tersebut. Sekedar catatan, hingga saat ini belum ada presiden Indonesia yang menginjakkan kaki ke Palestina. “Saya berharap nanti Prabowo yang datang menjemput langsung seribu pasien itu,” kata dia.
Wacana mengevakuasi seribu pasien korban perang di Gaza sebenarnya sudah dilontarkan Prabowo sejak menjabat Menteri Pertahanan. Bahkan, ia juga hendak mengirim pasukan perdamaian ke Palestina untuk mengawal para korban. Namun, wacana tersebut terus digaungkan mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI AD (Danjen
Kopassus) itu hingga dilantik menjadi presiden. Ia semakin menunjukkan komitmen tersebut dengan kembali menyampaikannya dalam pertemuan bilateral dengan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) António Guterres di Hotel Hilton Rio de Janeiro Copacabana, Brasil, 17 November lalu.
Faisal menjelaskan, Prabowo perlu datang ke Palestina sekaligus menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara bekas jajahan, yang kini berkomitmen kuat terhadap dunia yang anti-penjajah. “Ini juga penting untuk menunjukkan sikap sebagai seorang jenderal, terus (mantan Danjen) Kopassus. Dia bisa melihat contoh mertuanya (Presiden Suharto) yang saat bertugas di Kostrad pernah datang ke wilayah perang di Bosnia,” kata dia.
Kendati demikian, kata Faisal, kunjungan Prabowo tentu memiliki efek besar bagi hubungan Indonesia dengan negara-negara yang pendukung Israel seperti Amerika Serikat (AS). “Indonesia akan dianggap beraniPalestina Hanya Negeri Khayalan? Kepada Eddy Wijaya, Faisal Assegaf mengungkapkan pernah menulis tesis soal Palestina sebagai negara khayalan. Pendapat tersebut mengacu pada kondisi Palestina yang sudah berpuluh tahun berada di dalam konflik tanpa solusi nyata. “Saya menulis pada 2008 dalam proposal tesis saya bahwa Palestina negara khayalan, dan sampai sekarang saya masih meyakini tidak akan ada negara Palestina,” kata dia.
Faisal menjelaskan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga tak bisa memberikan solusi untuk mendirikan negara Palestina secara utuh. Malahan mereka menghendaki Palestina dibagi menjadi dua negara dengan Israel. Bahkan luas wilayahnya kian menyusut. Pada resolusi partisi 1947, Faisal melanjutkan, PBB menyepakati Palestina mendapat bagian wilayah 45 persen, sedangkan Israel 52 persen. Sekarang Palestina hanya kebagian luas wilayah 22 persen. “Ukurannya sudah sangat jauh dari 45 persen yang disetujui sebelumnya,” ucapnya.
Selain kian menyempit, Faisal menambahkan, keinginan PBB membagi wilayah Palestina itu merupakan solusi asing yang tidak lahir dari aspirasi masyarakat Palestina. “Sebagai analogi begini, ketika kita tengah dijajah, terus ada orang asing kumpul. Secara tiba-tiba, mereka menetapkan pembagian wilayah tempat tinggal kita. Itu kan aneh?” ujarnya.
Faktor lain yang menguatkan pendapat Faisal, yakni kepemimpinan Mahmoud Abbas yang menyalahi prinsip demokratis. Abbas yang menggantikan mendiang Presiden Yasser Arafat pada Januari 2005 seharusnya memimpin selama 4 tahun. Namun, hingga sekarang Palestina belum melaksanakan Pemilihan Umum (Pemilu) presiden untuk mengganti Abbas. “Dan ketika survei dilakukan, 80 persen rakyat Palestina sudah menginginkan Abbas mundur. Sudah tidak disukai, apalagi dia juga korup,” katanya.
Oleh karena itu, Faisal berharap kepada pemimpin dan masyarakat dunia termasuk di Indonesia, turut membantu Palestina mewujudkan mimpinya menjadi negara merdeka. “Untuk merealisasikan mimpi Palestina, perlu kesolidan, keberanian, kejujuran, dan terobosan dari para pemimpin negara sebagai decision maker,” ucap Faisal. “ Tapi, saya lihat tidak ada negara yang berani melakukan itu. Mereka semuanya tengah berjuang demi kepentingan nasional masing-masing yang pasti beda level dengan isu Palestina. Makanya, Palestina bagi saya cuma negara khayalan,” ucapnya.
اقرأ أيضا:
Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya
Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur.
Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”. (ADV)
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)