MS Makin Apes Seiring Tenggelamnya Pemberitaan: Apa Iya Keadilan Harus Dipelototi?
JAKARTA - Sejumlah fakta baru muncul dari kasus dugaan pelecehan seksual dan intimidasi yang dialami pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), MS. Komitmen KPI mengawal kasus MS dipertanyakan ketika kasus ini tak lagi jadi berita utama. Apa iya keadilan harus terus dipelototi?
Perkembangan terakhir, MS dikabarkan mengalami post traumatic stress disorder (PTSD). Atas saran penyidik Polres Jakarta Pusat, MS kini menjalani proses pemeriksaan psikis oleh dokter psikiatri Rumah Sakit (RS) Polri.
"MS saat ini sedang menunggu hasil tes psikiatri forensik di RS Polri. Tes ini merupakan permintaan penyidik Polres Jakpus kepada RS Polri guna memastikan ada tidaknya tindak pidana," tutur kuasa hukum, Mualimin kepada VOI, Kamis, 28 Oktober.
"MS totalnya diperiksa enam kali, termasuk juga istri, kakak, dan ibunya ... Hasil dari RS Polri itu sangat menentukan langkah hukum selanjutnya yang ditempuh Polres Jakpus," tambah Mualimin.
Mualimin juga menjelaskan sekarang MS sering bengong, marah, dan berteriak-teriak. Menurutnya ini turut dipengaruhi kondisi MS yang saat ini dibebastugaskan.
"MS tidak aktif bekerja sehingga lebih banyak waktu luang yang akhirnya membuatnya banyak melamun dan mencemaskan hal hal di masa depan."
Selain tak lagi aktif dalam pekerjaan, kondisi kesehatan mental MS juga dipengaruhi oleh persoalan ekonomi. Memang, ia tetap mendapatkan gaji setiap bulan. Tapi pemeriksaan dan pengobatan psikiatri menguras keuangannya.
"Banyaknya pemeriksaan yang membuatnya memiliki banyak pengeluaran, ditambah pengobatan yang menguras isi dompet."
"Setelah 'tersiksa' oleh pemeriksaan psikis sebanyak enam kali, MS akhirnya berobat ke salah satu psikiater di RS Polri dengan biaya sendiri. Termasuk beli tiga jenis obat yang diresepkan juga pakai kocek pribadi," Mualimin.
Komitmen KPI kawal kasus MS dipertanyakan
Pihak MS kini tengah berupaya memastikan pertanggungjawaban KPI untuk mengawal kasus ini, termasuk membiayai pemulihan MS. Kuasa hukum MS, Mualimin mengatakan sejak awal ada kontradiksi sikap KPI dalam mengawal kasus ini.
"MS kecewa berat dengan kontradiksinya pernyataan Komisioner KPI. Satu komisioner menyatakan siap membantu dan menanggung upaya pengobatan MS. Giliran minta dikirimi surat pemintaan secara resmi, surat balasan mengatakan KPI menolak permintaan MS dan surat penolakan dijawab oleh komisioner yang lain," kata Mualimin.
"Ketidaksinkronan sikap pimpinan KPI membuat MS makin kecewa dan frustasi. MS bingung sebagai korban diperlakukan bagai bola pingpong. Akhirnya MS nekat menguras tabungan sendiri untuk berobat demi memulihkan diri dan membeli obat penenang," tambah Mualimin.
Komisioner KPI bidang Kelembagaan Irsal Ambia menampik tudingan KPI lari dari tanggung jawab. Kata dia sejak September, tepatnya ketika kasus ini mengemuka, KPI memfasilitasi tenaga psikologis kepada MS. Meski begitu Irsal tak menjawab kapan terakhir pendampingan itu diberikan kepada MS.
"Sejak bulan sembilan kita sudah, atas permintaan korban, memberikan pendampingan psikologi melalui layanan kesehatan yang kita punyai. Psikolog atau psikiater kita enggak tahu persis," tutur Irsal, dihubungi VOI, Kamis, 28 Oktober.
Lebih lanjut Irsal mengakui KPI hingga saat ini tidak membiayai kebutuhan biaya lain di luar prosedur pendampingan yang dimiliki internal. Tapi, kata Irsal, KPI akan menggantinya dalam bentuk reimburse.
"Kalau terkait pengobatan yang membutuhkan pembiayaan, di luar dari layanan kesehatan yang kita punya, kita nanti akan membantu untuk menyelesaikan itu. Nanti itu tugas sekretariat karena ini menyangkut kepegawaian. Sekretariat KPI yang nanti akan membantu untuk pembiayaan."
"Makanya itu secara prosedural akan disesuaikan. Sekretariat yang lebih paham. Saya kurang mengerti soal prosedur, keuangan, dan lain sebagainya. Intinya kita akan bantuin. Kalau soal detailnya seperti apa itu ranah sekretariat. Saya tidak mengerti urusan keuangan," Irsal.
Keadilan harus terus dipelototi?
Keadilan dalam konteks pidana kasus ini tentu jadi domain kepolisian. Masih harus kita tunggu. Tapi keadilan bagi MS mendapatkan hak-hak yang telah dijanjikan oleh KPI jadi soal hari ini.
Kuasa hukum MS, Mualimin menjelaskan ada perubahan sikap KPI saat awal kasus ini viral dengan sekarang, ketika pemberitaan kasus ini mereda. "Waktu awal-awal viral pimpinan KPI hampir tiap hari perhatian dan menanyakan kabar MS."
"Bahkan Komisioner KPI menjanjikan MS pindah divisi dan Terlapor akan dipecat segera. Setelah kasus ini reda dan tertimpa viral yang lain, ucapan pimpinan KPI kosong belaka. Sekarang tidak ada lagi perhatian atau sapaan dari atas mengenai kondisi terbaru MS," Mualimin.
MS konon juga makin disudutkan. Ia 'dibingkai' seakan pihak yang bersalah atas tercorengnya nama KPI. Pembingkaian ini membuat pimpinan dan rekan kerja MS menjauhinya.
Kondisi ini yang disadari betul oleh Saddam Hussein, influencer media sosial, yang hingga hari ini konsisten mengamplifikasi kabar soal kasus MS. Pemilik akun @mazzini_gsp itu menuturkan alasan kenapa dirinya fokus menyebar kabar perkembangan kasus MS.
"Alasan gue kawal kasus MS ini karena dari awal secara enggak langsung dilibatkan sama akun @mediteraniaq yang up kasus ini di Twitter. Dia DM dan mention gue awalnya. Sejak ada ancaman dari pihak terlapor kalau dia bakal dituntut, dari saat itu dia hilang."
"Jadi ya udah terlanjur ikut terlibat dari awal, ya kawal terus," tutur Saddam kepada VOI, Kamis, 28 Oktober.
Saddam sadar arus informasi begitu masif. Harus ada konsentrasi yang dialokasikan agar kasus ini tetap di jalur keadilan.
"Saat kasus enggak jadi sorotan publik lagi, biasanya pihak yang bertanggung jawab menangani jadi asal-asalan kan. Akhirnya korban enggak dapat keadilan lagi. Itu yang jangan sampai terjadi di kasus MS ini. Makanya perlu dikawal," tutur Saddam.
*Baca Informasi lain soal PELECEHAN SEKSUAL atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.
BERNAS Lainnya
Baca juga:
- Polisi Gaptek di Kalimantan Utara: Sisi Lain Penganiayaan Anggota oleh Kapolres Nunukan
- Jumlah Polisi Meningkat Tapi Kriminalitas Tak Turun
- Kalau Bimbingan Mental dengan Kekerasan Fisik Mujarab, Panitia Diksar Menwa UNS Tak Bakal Ciut Mengakui Tewasnya Gilang Endi
- Bandung di Bawah Ridwan Kamil Juaranya Masterplan Pembangunan, Realisasinya? Belum Tentu