Berdalih Hindari Perang Saudara, Panglima Angkatan Bersenjata Sudan Sebut Tindakan Militer Tidak Berarti Kudeta
JAKARTA - Panglima Angkatan Bersenjata Sudan membela perebutan kekuasaan oleh militer, berdalih menggulingkan pemeirntah untuk menghindari perang saudara, kendati mendapatkan penentangan dari pengunjuk rasa yang turun ke jalanan kemarin.
Pengambilalihan militer pada hari Senin menghentikan transisi Sudan ke demokrasi, dua tahun setelah pemberontakan rakyat menggulingkan otokrat Islam lama yang berkuasa Omar al-Bashir.
Pada Selasa malam, kelompok serikat pekerja Asosiasi Profesional Sudan mengatakan, mereka memiliki "laporan serangan balasan oleh pasukan kudeta di tempat berkumpulnya pengunjuk rasa" di ibu kota Khartoum dan kota-kota lain, "menggunakan peluru, dan upaya untuk menerobos barikade".
Laman Facebook kantor Perdana Menteri Abdalla Hamdok, yang tampaknya masih dikuasai loyalis Hamdok, menyebutkan sejumlah menteri dan politisi sipil masih ditahan di lokasi yang tidak diketahui. Saksi mata mengatakan, orang tak dikenal menangkap Faiz al-Salik, mantan penasihat media Hamdok.
Berbicara pada konferensi pers pertamanya sejak mengumumkan pengambilalihan, Panglima Angkatan Bersenjata Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan mengatakan, tentara tidak punya pilihan selain mengesampingkan politisi yang menghasut melawan angkatan bersenjata. Dia mengatakan, tindakan militer tidak berarti kudeta.
"Bahaya yang kita saksikan minggu lalu bisa membawa negara itu ke dalam perang saudara," katanya, merujuk pada demonstrasi menentang kemungkinan kudeta, mengutip Reuters 27 Oktober.
PM Hamdok, yang ditangkap pada hari Senin bersama dengan anggota kabinetnya yang lain, tidak dilukai dan telah dibawa ke rumah Burhan sendiri, kata sang jenderal.
"Perdana menteri ada di rumahnya. Namun, kami takut dia dalam bahaya sehingga dia ditempatkan bersama saya di rumah saya."
Kemudian pada Hari Selasa, sumber yang dekat dengan PM Abdalla Hamdok mengatakan dia dan istrinya berada di rumah mereka dan di bawah pengamanan yang ketat. Sumber keluarga mengatakan, mereka tidak dapat menghubungi PM Hamdok atau istrinya melalui telepon.
Untuk diketahui, Jenderal Burhan muncul di TV pada Hari Senin untuk mengumumkan pembubaran Dewan Berdaulat, sebuah badan yang dibentuk setelah penggulingan Bashir untuk berbagi kekuasaan antara militer dan warga sipil dan memimpin Sudan menuju pemilihan umum yang bebas.
Baca juga:
- Kabar Gembira, Pakar Sebut Vaksin COVID-19 untuk Anak Usia 5-11 Tahun Kemungkinan Tersedia Bulan Depan
- Diplomat PBB Sebut Pemimpin Rezim Militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing Harus Diganti
- Menhan Annegret Kramp-Karrenbauer Singgung Senjata Nuklir, Kementerian Pertahanan Rusia Panggil Atase Jerman
- Kelompok Bersenjata Serang Masjid Nigeria saat Salat Subuh: 18 Tewas, 20 Luka-luka dan Lebih dari 10 Orang Diculik
Satu-satunya orang di jalan-jalan selain pengunjuk rasa adalah pasukan keamanan yang dikerahkan di sekitar istana presiden dan kementerian pertahanan.
Bank dan mesin ATM juga ditutup. Aplikasi ponsel yang banyak digunakan untuk pengiriman uang tidak dapat digunakan.
"Kami membayar harga untuk krisis ini," ujar seorang pria berusia 50-an yang mencari obat di salah satu apotek yang stoknya hampir habis berkata dengan marah.
"Kami tidak dapat bekerja, kami tidak dapat menemukan roti, tidak ada layanan, tidak ada uang," kritiknya.
Terpisah, militer Sudan dinilai telah meremehkan oposisi sipil di jalan, menurut Jonas Horner dari International Crisis Group.
"Mereka belum belajar pelajaran mereka. Seperti yang kita lihat pasca revolusi dan pasca-Bashir, jalan-jalan ditentukan dan warga sipil rela mati untuk ini," sebutnya.