Adrian Herling Waworuntu Enggan Teken Sumpah Pemeriksaan Saat Diperiksa soal Maria Pauline Lumowa
JAKARTA - Penyidik mulai mengembangkan kasus pembobolan Bank BNI yang menjerat Maria Pauline Lumowa dengan memeriksa tersangka lain berinisial Adrian Herling Waworuntu (AHW). Pada proses pemeriksaan, Adrian enggan menandatangani sumpah berita acara pemeriksaan (BAP).
Kabag Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan, alasan Adrian tak mau menandatangani berkas tersebut lantaran ingin hadir secara langsung dalam persidangan. Selain itu, Adrian juga ingin melakukan perlawanan secara hukum.
"Saksi AHW tidak mau disumpah karena yang bersangkutan ingin hadir langsung nantinya dalam persidangan kasus MPL untuk melakukan perlawanan," ucap Ahmad di Mabes Polri, Jumat, 24 Juli.
Tetapi, Ahmad tak menjelaskan apakah keinginan dari Adrian itu dikabulkan atau tidak.
Dalam pemeriksaan ini, penyidik Bareskrim menyecar puluhan pertanyaan terkait kasus pembobolan senilai Rp1,7 triliun ini. Pemeriksaan berlangsung di Pondok Rajeg, Cibinong, Jawa Barat pada Kamis, 23 Juli.
"Dalam pemeriksaan tersebut penyidik telah mengajukan beberapa pertanyaan sebanyak 30 pertanyaan," kata Ahmad.
Sementara itu, pada Jumat, 24 Juli, penyidik akan memeriksa Maria Lumowa. Pemeriksaan ini akan mendalami dari keterangan Adrian.
"Pemeriksaan hari ini terkait dengan pemeriksaan yang kemarin, yang beberapa pertanyaan ditujukan kepada saksi AHW terkait dengan pemberian fasilitas kredit, pengajuan kredit, sampai dengan pencairannya kemudian L/C fiktif yang digunakan," kata Ahmad.
Maria Pauline Lumowa merupakan buronan pemerintah Indonesia. Sebab, dia merupakan tersangka kasus pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru dengan modus Letter of Credit (L/C) fiktif.
Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, BNI mengalami kerugian senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau setara Rp 1,7 triliun berdasarkan kurs saat itu. Uang sebanyak itu merupakan pinjaman PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Kecurigaan mulai dirasakan pihak Bank BNI. Sebab, proses peminjaman yang seharusnya cukup sulit karena nominal yang besar justru berjalan sangat mudah. Diduga, PT Gramarindo Group dibantu oleh oknum pegawai Bank BNI karena pengajuan peminjaman itu tetap menyetujui dengan jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp.
Terlebih, beberapa bank yang menjadi penjamin itu bukanlah bank korespondensi Bank BNI. Kecurigaan itu semakin kuat di Juni 2003. Pihak BNI menyelidiki transaksi keuangan PT Gramarindo Group. Hasilnya, perusahaan itu tak pernah melakukan ekspor atau tak sesuai seperti yang dilaporkan saat proses peminjaman.
Hingga akhirnya, pihak BNI melaporakan dugaan L/C fiktif tersebut ke Mabes Polri. Tetapi, Maria Pauline Lumowa justru meninggalkan Indonesia dengan pergi ke Singapura pada September 2003 atau sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
Dari hasil penyelidikan, wanita itu diketahui kerap berada di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura. Bahkan, diketahui jika Maria sudah menjadi warga negara Belanda sejak tahun 1979. Sehingga, Pemerintah Indonesia mencoba mengajukan permohonan ekstradisi ke Pemerintah Belanda sebanyak dua kali, tepatnya di 2010 dan 2014.
Namun, Pemerintah Belanda menolak permohonan itu. Justru memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda. Hingga akhirnya, wanita itu ditangkap pada 16 Juli 2019, berdasarkan red notice interpol yang diterbitkan pada 2004.