KNKT Sebut Tingginya Angka Kecelakaan di Indonesia Dipengaruhi Kondisi Geometrik Jalan
JAKARTA - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memaparkan hasil investigasi yang menunjukkan penyebab terjadinya kecelakaan didominasi faktor geometrik jalan.
Hal ini berdasar dari studi kasus investigasi kejadian tabrakan beruntun di Ruas Jalan Solo-Ngawi, tikungan Harmoko, Musi Banyuasin dan tebing Breksi, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada kasus kecelakaan di ruas Jalan Solo-Ngawi, kecelakaan diawali dengan konvoi antara motor membawa muatan barang, kecelakaan bus safari Dharma Raya, bus Mira, juga bus Sumber Selamat.
Jalan arteri primer kelas II ini punya lebar 7 meter, bahu jalan 1,5 meter dan kondisi jalan lurus.
Hazard pada kasus tersebut yaitu adanya desain kecepatan tinggi, gap kecepatan, tabrak depan dan belakang.
"Berfokus kepada tiga titik rawan kecelakaan ini, KNKT merekomendasi survei inspeksi keselamatan jalan (BPJN dan BPTD), segregasi lalu lintas dengan kecepatan yang berbeda dan manajemen traffic calming di ruas Jalan Solo Ngawi," kata Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono di Jakarta, Selasa 12 Oktober.
Kemudian di tikungan Harmoko Musi Banyuasin kerap terjadi secara berulang kecelakaan tunggal, kendaraan terguling atau menabrak tebing.
Hazard tersebut sudah ada sejak lama. Jalan arteri primer kelas II dengan lebar 6 meter, bahu jalan 1 meyer, kondisi jalan berkelok.
"Identifikasi Hazard pada kasus kecelakaan tersebut yaitu tikungan patah setelah jalan lurus, adanya tikungan ganda searah dan minimnya informasi delinasi jalan, pra desain perbaikan geometrik tikungan dan perbaikan geometrik tikungan," ujar Soerjanto.
Sementara di tebing Breksi Sleman Yogyakarta, sambungnya, KNKT mengimbau truk tidak mengangkut muatan berat ketika melintasi wilayah itu.
"Kita imbau truk bermuatan diusahakan mencari jalur alternatif lain," ujarnya.
Baca juga:
Sementara itu, Plt Ketua Sub Komite LLAJ Wildan menilai, sebagian besar jalan di Indonesia bukanlah jalan yang sengaja dibangun. Tapi jalan peninggalan Belanda, jalan tikus, jalan setapak dan jalan lingkungan yang kemudian dilebarkan dan diperkeras sehingga tampak menjadi bagus.
"Jalan-jalan tersebut terjadi tanpa melalui kaidah keselamatan infrastruktur jalan yang baik yang terdiri dari audit keselamatan jalan, inspeksi keselamatan jalan, analisa dampak keselamatan jalan, manajemen daerah rawan kecelakaan dan laik fungsi jalan sehingga sangat mungkin jalan tersebut menyimpan banyak hazard yang bisa kapan saja menyebabkan orang celaka," ujarnya.
Wildan menyebut, jalan harus memenuhi kaidah yang sudah ditetapkan. "Jalan harus bisa menjelaskan hazard. Geometrik harus diperbaiki," katanya.