Kasus TBC Tinggi di Jawa Tengah, Warga Diminta Tak Abaikan APD

SEMARANG – Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Tengah meminta masyarakat tidak lengah terhadap kasus tuberkulosis (TBC), di tengah pandemi COVID-19. Hingga triwulan kedua (Januari-Juni) pengidap baru penyakit ini menyentuh 23.919 orang di Jawa Tengah.

Hal itu diungkapkan Kepala Dinkes Provinsi Jawa Tengah Yulianto Prabowo, saat menjawab pertanyaan pewarta, Rabu 23, Juli petang. Menurutnya, karakteristik penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis itu hampir serupa dengan COVID-19.

“Menyerangnya saluran napas dan paru-paru. Penularannya pun hampir sama melalui droplet (percikan liur). Maka dari itu, kami minta warga tetap menjaga kesehatan dengan memakai masker, mencuci tangan dan makan bergizi, membuka jendela, dan jaga jarak,” ujarnya dilansir situs Pemprov Jawa Tengah.

Kata Yulianto, dari puluhan ribu kasus TBC di Jateng, Kabupaten Tegal menjadi daerah dengan kasus cukup tinggi, yaitu 1.832 kasus.

Sementara, persentase kelompok umur yang terpapar TBC sebagai berikut, bayi usia 0-4 tahun  sebanyak tujuh persen, kemudian umur 5-14 tahun (5,3 persen), umur 15-24 tahun (15,4 persen). Kemudian, umur 23-34 tahun (14,7 persen), umur 35-44 tahun (15 persen), umur 45-55 tahun (16 persen), dan umur 55-60 tahun (15,9 persen). Terakhir, lansia dengan usia di atas 60 tahun sebanyak 11,2 persen, dari total penderita di Jawa Tengah.

“Dari data ini, usia produktif (15-60 tahun) banyak yang terkena. Itu harus kita lindungi, karena kalau sudah terkena tidak produktif lagi. Karena pengobatan TBC bisa sampai sembilan bulan (berturut-turut, jika terputus mengulang dari awal),” kata Yulianto.

Pemprov Jateng telah melakukan langkah taktis dengan melakukan pengobatan untuk melawan penyakit ini. Selain itu, Dinkes Jateng juga melakukan pencegahan terhadap mereka yang kontak erat, dengan pengidap TBC.

Perintah Jokowi

Presiden Joko Widodo ingin penanganan penyakit tuberkulosis (TBC) dan COVID-19 dilakukan secara bersamaan. Sebab, penderita TBC di Indonesia mencapai 800 ribu orang.

"Kita harus tahu ada 845 (ribu) penduduk penderita TBC dan yang ternotifikasi baru 562 ribu sehingga yang belum terlaporkan masih kurang lebih 33 persen ini hati-hati," katanya dalam rapat terbatas mengenai percepatan eliminasi TBC, di Istana Merdeka Jakarta, Selasa, 20 Juli.

Dia mengingatkan, pemerintah terus berupaya menekan kasus TBC dan menargetkan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit tersebut pada 2030.

"Untuk mencapainya saya minta diperhatikan beberapa hal dan saya kira seperti yang kita lakukan sekarang ini untuk COVID-19. Saya tidak tahu apakah ini bisa ditumpangkan di COVID-19 grup sehingga kendaraannya sama, kalau kita bisa menyelesaikan dua hal yang penting bagi kesehatan rakyat kita, saya yakin bisa lebih mempercepat," katanya.

Jokowi menambahkan, menurut data pemerintah pada 2017 ada 165 ribu orang meninggal dunia karena tuberkulosis di Indonesia dan pada 2018 jumlah orang Indonesia yang meninggal dunia karena penyakit itu masih 98 ribu.

"Perlu kita ketahui 75 persen pasien TBC adalah kelompok produktif, artinya di usia produktif 15 sampai 55 tahun, ini yang juga harus kita waspadai," katanya.

Jokowi mengatakan, pelayanan diagnostik dan pengobatan TBC harus diselenggarakan dengan baik. Serta, stok obat-obatan harus dipastikan tersedia. "Kalau perlu butuh perpres (peraturan presiden) atau permen (peraturan menteri) segera terbitkan," katanya.

"Prinsip kita sejak awal segera temukan, obati, itu yang dilakukan, seperti yang kita kerjakan pada COVID-19. Ini saya kira kita copy untuk TBC," tambah Jokowi.

Dia mengemukakan, pentingnya upaya preventif dan promotif lintas sektor dalam penanganan tuberkulosis. Jokowi menginstruksikan kepada Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk bekerja sama menekan penularan TBC.

"Termasuk dari sisi infrastruktur, semuanya harus dikerjakan, terutama untuk tempat tinggal, rumah lembab tanpa cahaya matahari, kurang ventilasi terutama tempat-tempat yang padat, kepadatan lingkungan ini betul-betul sangat berpengaruh terhadap penularan antar-individu," katanya.