Akhir Hidup Che Guevara Tanpa Tangan dan Nisan dalam Sejarah Hari Ini, 8 Oktober 1967

JAKARTA - Pada 8 Oktober 1967, pasukan gerilya Bolivia yang dipimpin oleh revolusioner Marxis Che Guevara kalah dalam pertempuran kecil dengan detasemen khusus tentara Bolivia. Guevara terluka, ditangkap dan dieksekusi keesokan harinya. Ia dibunuh tanpa diadili, para tentara lalu memotong tangannya sebagai bukti kematiannya.

Sejak kematiannya, Guevara menjadi tokoh politik legendaris. Namanya identik dengan pemberontakan, revolusi dan sosialisme. Namun di sisi lain, banyak orang yang menganggapnya kejam dan melakukan eksekusi tahanan tanpa pengadilan di Kuba.

Guevara percaya bahwa orang yang bertindak dapat merevolusi suatu bangsa. Dia memainkan peran penting dalam Revolusi Kuba pada 1956-1959 dan mendorong Presiden Kuba Fidel Castro untuk mengejar agenda komunis yang anti-Amerika.

Mengutip Biography, Guevara lahir dalam keluarga kelas menengah pada 14 Juni 1928 di Rosario, Argentina. Dia memiliki asma di masa mudanya tetapi berhasil menjadi seorang atlet.

Guevara menyerap pandangan politik yang condong ke kiri dari keluarga dan teman-temannya. Pada masa remajanya, ia telah menjadi aktif secara politik. Guevara bergabung dengan kelompok yang menentang pemerintah Juan Perón.

Setelah lulus dari sekolah menengah dengan pujian, Guevara belajar kedokteran di Universitas Buenos Aires. Tetapi pada 1951 ia meninggalkan sekolah untuk melakukan perjalanan keliling Amerika Selatan dengan seorang teman.

Che Guevara (Sumber: Wikimedia Commons)

Kondisi kehidupan yang buruk yang dia saksikan dalam perjalanan sembilan bulan memiliki efek mendalam bagi Guevara. Dia lalu kembali ke sekolah kedokteran, berniat akan memberikan perawatan bagi yang membutuhkan. Ia lulus kuliah kedokteran pada 1953.

Namun, Guevara memutuskan untuk meninggalkan dunia kedokteran ketika minatnya pada Marxisme tumbuh. Ia percaya bahwa hanya revolusi yang dapat membawa keadilan bagi rakyat Amerika Selatan. Pada 1953, ia melakukan perjalanan ke Guatemala, di mana ia menyaksikan penggulingan pemerintah kiri yang didukung CIA. Hal tersebut semakin memperdalam keyakinannya.

Pada 1955, Guevara menikah dan tinggal di Meksiko, di mana ia bertemu dengan revolusioner Kuba, Fidel Castro dan saudaranya Raúl, yang merencanakan penggulingan pemerintahan Fulgencio Batista. Angkatan bersenjata kecil mereka mendarat di Kuba pada 2 Desember 1956. Selama beberapa tahun ke depan, Guevara menjadi penasihat utama Fidel Castro dan memimpin pasukan gerilya yang berkembang dalam serangan terhadap rezim Batista yang berhasil diruntuhkan.

Peran besar Che

Castro berhasil mengambil alih Kuba pada Januari 1959, lalu menempatkan Guevara sebagai penanggung jawab penjara La Cabaña, di mana ratusan orang dieksekusi atas perintah ekstra-yudisial Guevara. Guevara kemudian diangkat sebagai presiden bank nasional dan menteri industri. Ia juga melakukan banyak hal untuk membantu transformasi negara itu menjadi negara komunis.

Pada awal 1960-an, Guevara bertindak sebagai duta besar untuk Kuba, berkeliling dunia untuk menjalin hubungan dengan negara lain, terutama Uni Soviet. Guevara juga menjadi pemain kunci selama invasi Teluk Babi dan Krisis Rudal Kuba. Dia juga menulis arahan manual tentang perang gerilya. Pada 1964, Guevara menyampaikan pidato di PBB di mana dia mengutuk kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS) dan apartheid di Afrika Selatan.

Che Guevara (Sumber: Wikimedia Commons)

Pada 1965, Guevara meninggalkan jabatannya untuk mengekspor ideologi revolusionernya ke bagian lain dunia. Saat itu, keadaan ekonomi Kuba sangat berantakan. Dia melakukan perjalanan pertama ke Kongo untuk melatih pasukan dalam perang gerilya untuk mendukung sebuah revolusi di sana tetapi gagal.

Setelah kembali sebentar ke Kuba, Guevara berangkat ke Bolivia dengan kekuatan kecil pemberontak untuk menghasut revolusi di sana. Namun usahanya gagal. Dia ditangkap oleh tentara Bolivia dan akhirnya dieksekusi. Mengutip biografi berjudul 'Che Guevara: A Revolutionary Life,' Guevara sempat memberikan kata-kata terakhir untuk tentara yang diperintahkan untuk mengeksekusinya.

"Aku tahu kau datang untuk membunuhku," katanya. "Tembaklah, kamu hanya membunuh seorang pria."

Sebelum diam-diam dimakamkan di kuburan massal, tentara Bolivia meletakkan jasad kurusnya dan memajangnya untuk media di desa Vallegrande, Bolivia. Jasadnya ditempatkan di wastafel cucian rumah sakit kemudian foto-fotonya dipublikasikan secara internasional.

*Baca Informasi lain soal SEJARAH HARI INI atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

SEJARAH HARI INI Lainnya