Mahfud MD: Praktik Mafia Tanah Telah Menggurita, Libatkan Oknum Lembaga Pengadilan Sebagai Bekingan

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, praktik mafia tanah saat ini melibatkan banyak pihak, baik dari hulu hingga ke hilir. Imbasnya, banyak masyarakat yang haknya diserobot pihak tak bertanggung jawab.

"Saat ini praktik-praktik mafia tanah telah menggurita dan melibatkan berbagai pihak mulai dari hulu ke hilir termasuk oknum lembaga pengadilan, hakim, panitera, dan sebagainya. Sudah banyak," kata Mahfud dalam seminar nasional 'Peran Komisi Yudisial dalam Silang Sengkarut Kasus Pertanahan' yang ditayangkan secara daring, Kamis, 7 Oktober.

Bahkan, singgung Mahfud, ada mafia tanah punya kaki tangan atau 'bekingan' yang duduk sebagai hakim. Sehingga, langkah mereka untuk menguasai tanah yang bukan haknya menjadi mudah. Hal ini bukan rahasia dan jadi pergunjingan publik.

Laporan terkait praktif mafia tanah di sejumlah wilayah di tanah air juga sering diterima Mahfud. Bahkan, eks Ketua Mahkamah Konstitusi itu bercerita pernah menangani kasus, di mana ada seorang warga Betawi yang tanahnya tiba-tiba diduduki pengembang.

"Padahal dia (warga Betawi itu, red) sudah turun temurun tinggal di situ tapi sesudah dilaporkan aparat malah dia yang ditahan. Katanya, menyerobot tanah yang dimiliki orang lain," ungkap Mahfud.

"Apa buktinya, orang lain, pengembang itu punya sertifikat sementara dia yang tinggal di situ hanya punya girik di tanah dia. Itu banyak yang seperti itu," imbuhnya.

Lebih lanjut, praktik mafia tanah ini juga ditemukan lewat pola yang berbeda yaitu memprovokasi segelintir masyarakat untuk menggarap atau mengokupansi tanah kosong.

Caranya pun juga beragam seperti memanfaatkan preman untuk menguasai objek tanah dengan memagari, menggembok, maupun mengatur satu bangunan.

Dengan berbagai praktik semacam ini, Mahfud pun meminta Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal bagi hakim untuk ikut melawan mafia tanah. Kerja ini, sambungnya, harus dilakukan bersama dengan Mahkamah Agung agar efektif.

"Jangan lupa proses eksekusi kadang kala sudah di pengadilan, sudah benar, eksekusinya tidak bisa. (Masyarakat, red) mengadu ke sana katanya tidak bisa, ke situ tidak bisa. Lalu siapa yang harus menangani ini," pungkasnya.