Partai Buruh Bangkit Ketika Buruh Belum Melek Politik: Waspada Politisasi Praktis
JAKARTA - Partai buruh kembali dibangkitkan dan berencana ikut Pemilu 2024. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal muncul sebagai calon tunggal Ketua Umum Partai. Dapatkah partai ini benar-benar membawa aspirasi buruh dan mengelak dari "godaan" politisasi praktis?
Kebangkitan Partai Buruh didorong oleh kekecewaan kaum buruh atas lahirnya Omnibus Law UU Cipta Kerja. Terdapat tujuh serikat yang terlibat dalam pendirian kembali Partai Buruh yakni Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Rumah Buruh Indonesia-FSPMI, Rumah Buruh Indonesia-KSPI, Organisasi Rakyat Indonesia-KSPSI, KPBI, Rumah Buruh Indonesia-FSP KEP, dan Rumah Buruh Indonesia-FSP FARKES.
Diketahui bahwa pengurus lama Partai Buruh juga terlibat. Mereka adalah Serikat Petani Indonesia (SPI), Forum Pendidik dan Tenaga Honorer Swasta Indonesia (FPTHSI) dan Gerakan Perempuan Indonesia (GPI). Said Iqbal mengatakan bahwa Partai Buruh tidak sekadar melanjutkan eksistensi Partai Buruh yang didirikan pada 1998. Partai Buruh 'reborn' diyakini Said Iqbal menjadi kekuatan politik penting bagi aspirasi kelas pekerja, nelayan, petani, guru, hingga kelompok perempuan.
"Disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja menjadi salah satu faktor utama mengapa membangkitkan kembali atau menghidupkan kembali Partai Buruh. Omnibus law adalah pukulan telak kekalahan politik kaum buruh di hubungan industrial," ujar Said Iqbal.
Said Iqbal mengatakan bahwa Partai Buruh mendapat sumber dana dari iuran para anggota serikat buruh dan kelompok pekerja lainnya. Sama halnya dengan sistem organisasi pekerja selama ini.
"Kami ingin menegaskan Partai Buruh desain oleh serikat buruh, serikat petani, organisasi guru, gerakan perempuan Indonesia dan beberapa gerakan sosial lain sudah terbiasa membiayai organisasi secara mandiri, demokratis mandiri dan terbuka. Kami biasa membiayai organisasi dari iuran anggota," kata Iqbal.
Iqbal menambahkan, iuran anggota dibenarkan oleh konstitusi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Ia mencontohkan, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) telah 25 tahun mengambil iuran para anggotanya. Saat ini, iuran tersebut mencapai sekitar Rp2,5 miliar per bulan.
Partai Buruh bukanlah partai satu-satunya yang memiliki unsur buruh. Pasca-keruntuhan Orde Baru, banyak organisasi buruh membangun partai politik untuk menghadapi Pemilu 1999. Mereka adalah Partai Pekerja Indonesia (PPI), Partai Buruh Nasional (PBN), Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia (PSPSI), Partai Solidaritas Pekerja (PSP), serta Partai Rakyat Demokratik (PRD).
Partai-partai tersebut membangun basis buruh lewat kerja politik sepanjang pemerintahan Orde Baru. Namun capaian suara mereka di Pemilu 1999 tak signifikan. Pun dalam Pemilu 2004 dan 2009. Pemilu 2014 jadi pemilu pertama tanpa kehadiran partai berhaluan buruh. Apakah kebangkitan Partai Buruh kali ini akan memberikan gebrakan baru bagi perpolitikan Indonesia? Apakah buruh di Indonesia akan satu suara untuk memilih Partai Buruh?
Buruh tapi merasa bukan buruh
Partai Buruh, dari namanya saja sudah diketahui bahwa basis dari partai ini adalah buruh. Banyaknya buruh di Indonesia menjadi asa bagi Partai Buruh untuk mendulang suara jika lolos verifikasi Pemilu 2024. Namun di sisi lain, banyak buruh yang merasa dirinya bukan buruh. Hal tersebut dikarenakan buruh identik dengan pekerja pabrik. Pemikiran ini sejalan dengan pendapat Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin.
Ujang menjelaskan, banyak yang tidak paham bahwa buruh memiliki konteks yang begitu luas. Buruh banyak sekali aliansinya seperti nelayan, petani, guru honorer, kasir, bahkan jurnalis, adalah buruh. Ketidakbersatuan ini yang menjadi hal yang harus diperhatikan oleh Partai Buruh jika serius membangun massa.
"Selama pasca-reformasi ini, mereka (Partai Buruh) tidak pernah lolos ke Senayan. Mereka banyak yang tidak bersatu. Yang kedua adalah banyak buruh yang sudah tergabung dengan partai yang ter-established," jelas Ujang, saat diwawancarai VOI.
Banyak partai-partai di Indonesia yang sudah memiliki organisasi yang menarik dan memiliki basis para buruh. Jadi yang penting dari Partai Buruh saat ini adalah mengikat kepentingan dan visi yang sama terhadap semua buruh. Ujang menyontohkan bagaimana solidaritas suatu basis membuat sebuah partai besar.
"Kita tahu kelahiran PAN adalah basis Muhammadiyah, suaranya dia juga cukup untuk lolos ke Senayan saat Pemilu lalu. PKB, lahir dari basis NU dan lolos ke Senayan. Sama juga Partai Buruh ini, basisnya kan buruh. Harusnya dengan basis massa yang besar, seharusnya juga akan menjadi partai yang besar. Paling tidak kelas menengah. Namun yang lalu-lalu kan tidak. Oleh sebab itu, mereka harus menguatkan basis internal yang kuat," tambah Ujang.
Buruh yang Apolitis
Selain buruh yang merasa dirinya bukan buruh, masalah lain yang harus dihadapi oleh Partai Buruh adalah buruh yang tidak melek akan politik, bahkan tidak berminat mengikuti politik. Buruh yang tidak melek politik ini memiliki perasaan yang tidak diperjuangkan. Jika mereka merasa dibantu dan diperjuangkan, maka mereka pun akan merasa memiliki dan mendukung Partai Buruh.
Oleh sebab itu, pendekatan terhadap buruh yang masih belum diperhatikan ini juga penting. Membuat para buruh memiliki rasa senasib sepenanggungan pun juga bukan tugas yang ringan.
"Tugas itu memang tidak ringan. Karena itu tadi, masih banyak buruh yang apolitis dan buruh yang merasa dirinya bukan buruh. Misalkan petani, mereka kan tidak merasa dirinya buruh. Karena ya itu tadi, buruh masih identik dengan pekerja pabrik. Mereka (para petani) merasa tidak diperjuangkan dan dibela. Pendekatan sangat penting. Karena Partai Buruh kan segmented ya, perluasan makna buruh ya banyak," jelas Ujang.
Hal lain yang perlu diperhatikan oleh Partai Buruh adalah agar memenuhi syarat dan lolos verifikasi Pemilu 2024. Apalagi Partai Buruh sudah absen cukup lama, bahkan sempat terafiliasi dengan Gerindra pada Pemilu lalu. Jalan Partai Buruh untuk menjadi partai yang diperhitungkan begitu panjang.
*Baca Informasi lain tentang POLITIK atau baca tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.
BERNAS Lainnya
Baca juga: