Terbongkarnya Skandal Iran-Contra yang Melibatkan AS pada Gerakan Terorisme dalam Sejarah Hari Ini 5 Oktober 1986
JAKARTA - Pada 5 Oktober 1986, skandal Iran-Contra terkuak ketika Marinir Amerika Serikat (AS) Eugene Hasenfus ditangkap oleh pasukan Nikaragua. Ia tertangkap setelah pesawat yang ditumpanginya ditembak jatuh. Skandal ini membuktikan keterlibatan AS pada terorisme di Timur Tengah.
Hasenfus sebelumnya mengirim pasokan militer ke Nikaragua untuk digunakan oleh kelompok Contra, kelompok pemberontak dan oposisi Komunis Sandinista di Pemerintah Rekonstruksi Nasional Nikaragua. Kelompok Contra didanai oleh AS untuk melawan Sandinista.
Mengutip History, dokumen yang ditemukan pada orang-orang yang tewas dalam kecelakaan pesawat memberikan bukti bahwa pemerintah AS menggunakan hasil penjualan senjata ilegal ke Iran untuk mendukung Contra di Nikaragua. Salah satu orang yang bertanggung jawab atas operasi ini adalah Letnan Kolonel Oliver North.
Sebuah penyelidikan Kongres dimulai pada Desember 1986, mengungkapkan skema tersebut kepada publik. Banyak tokoh dari pemerintahan Presiden Ronald Reagan dipanggil untuk bersaksi. Letnan Kolonel Marinir Oliver North dipercaya merupakan perwira yang bertugas mengoordinasikan penjualan senjata dan penyaluran uang ke Contra. Kesaksiannya, khususnya, menunjukkan sikap angkuh yang diambil oleh pemerintahan Reagan untuk memamerkan resolusi dan tindakan kongres.
Skandal ini mengguncang pemerintahan Reagan dan mengguncang kepercayaan publik terhadap pemerintah AS. Sebanyak 11 anggota pemerintahan Presiden Ronald Reagan akhirnya divonis bersalah atas berbagai tuduhan terkait skandal tersebut. Hasenfus diadili dan dijatuhi hukuman 30 tahun penjara oleh pengadilan Nikaragua, tetapi dibebaskan hanya beberapa minggu kemudian.
Awal mula skandal
Skandal Iran-Contra merupakan skandal internasional terbesar yang pernah dihadapi Pemerintah AS. Saat itu AS sama saja terlibat dalam gerakan terorisme di Timur Tengah dan memperburuk keadaan Amerika Tengah dalam Perang Dingin.
Saat kampanye Pemilu AS, Ronald Reagan sadar dirinya akan kalah pamor dengan rivalnya Jimmy Carter. Tim sukses Reagan yang dipimpin oleh George H.W. Bush, putar otak agar memenangkan pemilu tersebut. Saat itu, tersiar kabar bahwa sebanyak 52 warga negara AS disandera di Kedubes AS di Teheran, Iran. Tim kampanye Ronald Reagan diam-diam membentuk konspirasi untuk membebaskan sandera sekaligus mengangkat pamor Reagan untuk memenangkan pemilu.
Bush berusaha mengadakan negosiasi dengan pemimpin Revolusi Islam Iran, Ayatollah Khomeini. Rencana awal berjalan lancar karena Khomeini bersikap kooperatif. Ia mengirim langsung perdana menteri Bani Sadr ke Paris, Prancis, tempat pertemuan rahasia yang disepakati kedua pihak. Selain Bush, manajer kampanye Reagan, William Casey, juga hadir dalam negsiasi tersebut.
Negosiasi terhadap Iran dilakukan secara diam-diam untuk membebaskan 52 sandera AS. Syaratnya adalah AS mengirimkan Iran pasokan senjata antitank untuk menghadapi Irak dalam perang Iran-Irak. Tim Bush langsung setuju, mereka juga meminta agar para sandera dibebaskan usai pemilihan presiden. Kedua pihak setuju dan rencana berjalan dengan lancar.
Pada Januari 1981, Ronald Reagan dilantik sebagai Presiden AS. Pelantikan ini memukau rakyat AS karena pada hari yang sama, 52 sandera tiba kembali ke AS. Bush diangkat sebagai Wakil Presiden AS dan manajer kampanye William Casey menjadi Direktur CIA.
Mengutip Bill Rights Institute, Reagan lalu melanjutkan larangan penyediaan senjata ke Iran yang dimulai oleh pemerintahan Jimmy Carter. Departemen Luar Negeri mendorong negara-negara lain untuk bergabung dengan embargo karena Iran adalah negara sponsor terorisme. Larangan senjata AS menambah kesulitan Iran selama perang dengan Irak yang dimulai pada 1980 dan berlangsung hingga 1988.
Di sisi lain, Pemerintahan Reagan masih berhubungan baik dengan Iran secara rahasia. Beberapa penasihat Reagan menyarankan agar AS meminta kerja sama dengan Iran untuk mengamankan pembebasan sandera warga AS di Lebanon.
Kelompok Islam fundamentalis yang memiliki hubungan dekat dengan Iran, Hizbullah, mulai memanfaatkan warga AS di Lebanon sebagai cara mencegah intervensi AS dalam perang saudara Lebanon. Penasihat Keamanan Nasional Robert MacFarlane mengusulkan sebuah rencana untuk membebaskan warga AS yang disandera di Lebanon.
MacFarlane membuat rencana untuk melakukan penjualan pasokan senjata AS terhadap Iran, dengan imbalan Iran akan menggunakan pengaruhnya dengan Hizbullah untuk membebaskan tawanan warga negara AS di Lebanon. Menteri Luar Negeri George Shultz dan Menteri Pertahanan Caspar Weinberger keberatan, mengutip kebijakan pemerintah Reagan yang menyatakan tidak bernegosiasi dengan teroris.
MacFarlane, bagaimanapun, menyatakan bahwa penjualan senjata dapat membangun pengaruh AS. Pada Juli 1985, Reagan menyetujui inisiatif MacFarlane, berharap bahwa itu akan membebaskan sandera.
Dengan bantuan Israel, pengiriman senjata AS ke Iran dimulai pada Agustus 1985. Pada akhir Oktober 1986, Iran menerima lebih dari 2.000 rudal anti-tank TOW serta suku cadang untuk rudal antipesawat HAWK. Hizbullah membebaskan tiga sandera AS yaitu Pendeta Katolik Lawrence Jenco, Pendeta Benjamin Weir, dan seorang petugas rumah sakit David Jacobsen. Namun hingga akhir 1986, tujuh orang warga AS masih ditawan.
Seperti dijelaskan sebelumnya, Pemerintahan Reagan juga membantu kelompok Contra untuk berperang melawan Sandinista di Nikaragua. Sandinista mendapat dukungan dari Kuba dan Uni Soviet, merebut kekuasaan di Nikaragua pada 1979. Sandanista mengancam akan menyebarkan komunisme di Amerika Tengah.
Pada Desember 1981, Reagan memberi wewenang kepada CIA untuk memberikan pelatihan dan bantuan rahasia kepada pasukan Contra, yang mengobarkan perang gerilya melawan pemerintah Sandinista. Biaya untuk keperluan tersebut berasal dari penjualan ilegal senjata-senjata ke Iran.
*Baca Informasi lain soal SEJARAH HARI INI atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.
SEJARAH HARI INI Lainnya
Baca juga: