Siapkan Strategi Surveilans untuk Sekolah, Kemenkes Berupaya Cegah Penyebaran COVID-19 Saat PTM

JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah menyiapkan strategi untuk mencegah pembelajaran tatap muka (PTM) tidak menjadi klaster COVID-19. Hal ini perlu dilakukan karena pembelajaran langsung di sekolah perlu segera dilaksanakan.

"Kami juga percaya bahwa seluruh murid-murid Indonesia harus belajar secepat mungkin agar kita tidak kehilangan kesempatan mereka meningkatkan pengetahuan mereka langsung dengan guru-guru mereka. Untuk itu perlu dikawal dengan metode surveilans dan protokol kesehatan yang baik," kata Budi dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden, Senin, 4 September.

Dia mengatakan pemerintah telah menyusun metode aktif surveilans untuk sekolah. Kemenkes akan melakukan pengecekan secara acak di sekolah yang ada di kabupaten dan kota. Jika dari pengecekan ini ditemukan positivity rate di atas lima persen maka pembelajaran langsung harus dihentikan selama dua minggu.

"Sedangkan yang lainnya bisa tetap belajar tatap muka dan kalau positif ratenya di bawah satu persen kita pergunakan metode surveilans seperti biasa yaitu yang positif atau terkonfirmasi dan kontak eratnya dikarantina," jelas mantan Wakil Menteri BUMN tersebut.

Dengan berbagai cara tersebut, Budi berharap penemuan kasus COVID-19 di sekolah bisa menjadi lebih maksimal. Apalagi, cara semacam ini sudah dilakukan di DKI Jakarta.

"Jadi hasilnya sudah ada di Jakarta. Memang ada yang positif dan kami terus bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan bisa meningkatkan kualitas surveilans ini," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyebut pihaknya tak terlalu mengkhawatirkan penularan COVID-19 saat pembelajaran tatap muka (PTM). Alasannya beragam pencegahan virus corona sudah dilakukan.

Nadiem mengatakan pihaknya lebih mengkhawatirkan masih adanya sekolah yang tidak melaksanakan PTM sehingga menimbulkan learning loss atau hilangnya kemampuan akademik.

"Kami tidak terlalu khawatir mengenai tran saat sekolah sudah mulai PTM saya lebih khawatir lagi bahwa baru 40 persen dari sekolah kita yang menyelenggarakan PTM. Jadi sebenarnya ada 60 persen sekolah yang sebetulnya sudah boleh PTM tapi belum melakukannya," kata Nadiem dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden, Senin, 27 September.

Dia menjelaskan, learning loss lebih menyeramkan dan hal ini disebabkan karena anak-anak terlalu lama tidak melakukan sekolah tatap muka.

"Data bank dunia maupun institusi research menunjukkan betapa menyeramkannya learning loss yang bisa terjadi di luar kondisi psikologis yang bisa terjadi kalau apalagi di tingkat SD dan PAUD," tegasnya.

"Jadi ini mencemaskan buat kami seberapa lama anak-lama ini melakukan PJJ yang jauh dari efektivitas sekolah tatap muka," imbuh Nadiem.