Bank Indonesia: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kontraksi, Terendah di Mei 2020

JAKARTA - Bank Indonesia memprediksi, pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan II 2020 diperkirakan mengalami kontraksi, dengan level terendah pada Mei 2020. Perkembangan ini dipengaruhi oleh kontraksi ekonomi domestik pada April-Mei 2020 sejalan dengan dampak kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran pandemi COVID-19.

Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan, BI juga memprediksi pemulihan ekonomi dunia akan lebih lama dari prakiraan sebelumnya, sejalan kontraksi perekonomian global yang berlanjut.

"Kondisi ini didorong oleh peningkatan kembali penyebaran COVID-19 di beberapa negara serta mobilitas pelaku ekonomi yang belum kembali normal sejalan penerapan protokol kesehatan," ujar Onny dalam keterangannya, Senin 20 Juli.

Perkembangan ini menyebabkan efektivitas berbagai stimulus kebijakan yang ditempuh dalam mendorong pemulihan ekonomi di banyak negara menjadi terbatas. Onny mengatakan sejalan dengan permintaan global yang lebih lemah tersebut, volume perdagangan dan harga komoditas dunia juga lebih rendah dari perkiraan semula dan menurunkan tekanan inflasi global.

"Selain itu, ketidakpastian pasar keuangan global juga meningkat didorong oleh lambatnya pemulihan ekonomi global serta kembali meningkatnya tensi geopolitik AS–China," jelasn Onny.

Namun demikian, Onny menyampaikan perkembangan pada Juni 2020 menunjukkan perekonomian mulai membaik seiring relaksasi PSBB, meskipun belum kembali kepada level sebelum pandemi COVID-19.

"Perkembangan tersebut disertai dengan ketahanan eksternal perekonomian yang tetap baik, inflasi yang rendah, serta stabilitas sistem keuangan dan kelancaran sistem pembayaran yang tetap terjaga," tuturnya.

Turunkan Suku Bunga

Untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi, BI pada 15-16 Juli 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4 persen, suku bunga deposit facility sebesar 25 bps menjadi 3,25 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen.

Keputusan tersebut konsisten dengan perkiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga, dan sebagai langkah lanjutan untuk mendorong pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19.

Onny menambahkan, BI memperkuat kebijakan suku bunga dengan empat langkah bauran kebijakan. Pertama, melanjutkan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai nilai fundamental dan mekanisme pasar.

Kedua, memperkuat sinergi ekspansi moneter dengan akselerasi stimulus fiskal pemerintah melalui pembelian SBN dari pasar perdana secara terukur serta berbagi beban dengan pemerintah untuk mempercepat pemulihan UMKM dan korporasi.

Ketiga, memperkuat koordinasi langkah-langkah kebijakan dengan pemerintah dan KSSK untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Keempat, mempercepat digitalisasi sistem pembayaran untuk percepatan implementasi ekonomi dan keuangan digital sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi.