Menghayati Friedrich Silaban dalam Desain Istiqlal hingga Monas
JAKARTA - Friedrich Silaban lahir pada 16 Desember 1912 di Bonandolok, Tapanuli, Sumatera Utara. Ia adalah seorang arsitektur legendaris Indonesia yang tiap karya arsitekturnya masih dapat kita lihat hingga kini.
Menempuh pendidikan dasar di Holland Inlandshe School (HIS) pada tahun 1927, lalu ia melanjutkan ke Sekolah Teknik Koninginlijke Wilhelmina School di Jakarta dan lulus pada 1931. Minat dan bakat menonjolnya dalam bidang arsitektur telah terlihat sejak muda, sehingga ia pun sempat bekerja di perusahaan arsitektur milik Belanda.
Kesempatan memperdalam ilmu arsitektur didapatkan Friedrich Silaban ketika ia sekeluarga berlibur ke Belanda selama tujuh bulan. Masa liburan itu ia gunakan untuk kuliah malam di Academic Voor Bouwkunst Amsterdam.
Bakatnya teruji lewat berbagai sayembara arsitektur yang ia menangkan, salah satunya sayembara arsitektur Masjid Istiqlal yang diselenggarakan pada 22 Februari 1955 sampai 30 Mei 1955. Presiden Sukarno langsung menjadi juri dari sayembara ini.
Maka, setelah dilakukan penilaian Friedrich Silaban muncul sebagai pemegang. Gaya arsitektur Masjid Istiqlal ia usung dengan konsep arsitektur Islam Modern yaitu paduan Timur Tengah dan Barat. Friedrich Silaban juga menempatkan simbol yang terdapat di tujuh gerbang masjid yang dinamai berdasarkan Asmaul Husna.
Dalam bangunan utama masjid ditempatkan kubah dengan ukuran diameter sebesar 45 meter, angka 45 tersebut melambangkan tahun kemerdekaan Indonesia 1945. Sementara, kubah ditopang dengan 12 tiang, yang melambangkan 12 Rabiul Awwal, hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Empat tingkat balkon dan satu lantai utama melambangkan angka 5 yang dimaknai Lima Rukun Islam sekaligus Lima Sila dalam Pancasila. Tidak seperti masjid dalam arsitektur di Arab Saudi, Persia dan Turki yang biasanya memiliki banyak menara, Masjid Istiqlal hanya memiliki satu menara yang melambangkan ke-Esaan Allah SWT.
Selanjutnya seiring dengan keinginan Presiden Soekarno membangun sebuah tugu sebagai lambang Nasionalisme, pemerintah menggelar kembali sayembara untuk merancang tugu itu, setelah melewati proses penilaian, pemenang sayembara dimenangkan oleh Friedrich Silaban dan Ir. Soedarsono.
Mereka berdua merancang Monumen Nasional (Monas) dengan tiga desain bagian yakni Lidah Api yang terdapat di puncak yang melambangkan perjuangan bangsa Indonesia yang tak pernah padam. Lidah api terbuat dari perunggu dengan berat 14,5 Ton yang dilapisi Emas seberat 45 Kilo Gram.
Bagian kedua yaitu Pelataran Puncak, area seluas 11x11 meter ini memiliki kapasitas menampung sebanyak 50 orang, di sana pengunjung dapat melihat pemandangan kota Jakarta. Sementara bagian ketiga adalah Pelataran Bawah, dengan luas 45x45 meter.
Pembangunan Monas mulai dilakukan pada tahun 1961, saat itu proyek pembangunan Monas merupakan proyek terbesar pemerintah Sukarno, dengan dana pembangunan Rp7 Miliar. Setelah selesai dibangun, secara resmi Monas di buka pada tahun 1975.
Tak hanya Masjid Istiqlal dan Monas yang dibangun Silaban, ia juga mendesain bangunan Bank Indonesia, Tugu Khatulistiwa, Gelora Bung Karno, Gerbang Taman Makam Pahlawan Kalibata, Rumah Dinas Walikota Bogor, Monumen Pembebasan Irian Barat, Rumah Dinas Perikanan Bogor dan markas TNI Angkatan Udara Jakarta.
Friedrich Silaban, Silaban, salah satu arsitek kesayangan Soekarno, mengembuskan napas terakhirnya pada 14 Mei 1984. Untuk mengenang jasanya, Jalan Gedong Sawah di Kota Bogor diganti menjadi Jalan F. Silaban.