Novel Baswedan dan Puluhan Pegawai KPK Didepak, TII: Bisa Jadi Preseden Buruk Bagi Pemberantasan Korupsi
JAKARTA - Manajer Riset Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko menilai didepaknya penyidik senior Novel Baswedan dan puluhan nama lain dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memberikan preseden buruk dalam upaya memberantas tindak rasuah.
Hal ini disampaikannya setelah Pimpinan KPK secara resmi menyebut akan memberhentikan 57 pegawainya yang dinyatakan tak lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) karena mereka tak bisa beralih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) pada akhir September mendatang.
"Terkait dengan pemecatan sejumlah pegawai yang notabene adalah penyidik dan penyelidik senior yang sedang menangani kasus besar ini bisa menjadi preseden buruk bagi KPK dalam memberantas korupsi," kata Wawan saat dihubungi VOI, Jumat, 17 September.
Keyakinannya ini muncul karena komisi antirasuah belakangan tidak galak menindak koruptor. Selain itu, Wawan juga khawatir dengan didepaknya orang-orang yang selama ini kritis dengan Firli Bahuri dkk akan membuat Pimpinan KPK akan tebang pilih kasus.
"Mereka kini mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)," tegasnya.
Baca juga:
- Jangan Apa-Apa Presiden, Kata Jokowi soal TWK: Kalau Luhut yang Bilang Begini Mungkin Lebih Masuk Akal
- Tak Bertemu Ombudsman-Komnas Ham, ICW Nilai Jokowi Inkonsisten Soal TWK Novel Baswedan Dkk
- Ditanya soal Salurkan Pegawai Tak Lolos TWK ke BUMN, Ghufron: Sejak Kapan KPK Jadi Penyalur Tenaga Kerja?
- Berhentikan 57 Pegawainya yang Tak Lolos TWK Termasuk Novel Baswedan, KPK: Banyak Ladang Pengabdian di Luar
Lebih lanjut, Wawan juga menilai keputusan memberhentikan puluhan pegawai yang diambil oleh Pimpinan KPK terlalu terburu-buru. Menurutnya, KPK harusnya menunggu keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Selain itu, KPK juga dianggap telah mengabaikan temuan dan rekomendasi Ombudsman RI dan Komnas HAM di mana kedua lembaga ini mengatakan para pegawai yang dinyatakan tak lolos TWK dipulihkan haknya dan diangkat menjadi ASN. Dasarnya, pelaksanaan tes yang diatur melalui Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 itu ternyata terdapat maladministrasi dan pelanggaran hak.
"Pimpinan KPK juga abai terhadap temuan & rekomendasi Ombudsman RI dan Komnas HAM. Mestinya sebagai pimpinan sebuah lembaga negara harus menghormati rekoemndasi lembaga negara lain yang berkompeten di dibidangnya," tegas Wawan.
Diberitakan sebelumnya, 57 pegawai tak bisa lagi bekerja di KPK karena mereka tak bisa menjadi ASN sesuai mandat UU KPK Nomor 19 Tahun 2019. Para pegawai tersebut di antaranya penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, penyelidik KPK Harun Al-Rasyid, serta puluhan nama lainnya.
Komisi antirasuah berdalih ketidakbisaan mereka menjadi ASN bukan karena aturan perundangan seperti Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 melainkan karena hasil asesmen mereka.
Tak hanya itu, KPK juga memastikan para pegawai telah diberikan kesempatan yang sama meski mereka telah melewati batas usia atau pernah berhenti menjadi ASN sebelumnya.