Pemerintah dan BI Sepakat Berbagi Beban Penanganan COVID-19 dengan Tiga Skema
JAKARTA - Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) telah sepakat untuk berbagi beban atau 'burden sharing' dalam pembiayaan untuk penanganan dan pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19. Ada tiga skema berbagi beban yang diusulkan Kementerian Keuangan dan BI.
Pemerintah telah memperlebar defisit APBN 2020, dari semula 1,76 persen PDB menjadi 6,34 persen untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Skema tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Kedua antara Menteri Keuangan dan Gubernur BI dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan dan Deputi Gubernur BI.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan berbagi beban antara pemerintah dengan BI ini akan dilakukan dengan prudent, menerapkan tata kelola yang baik, serta transparan dan akuntabel.
Sri berujar, skema burden sharing juga berpegang pada beberapa prinsip utama yaitu menjaga fiscal space dan sustainability dalam jangka menengah, menjaga kualitas defisit APBN yang ditujukan untuk belanja yang produktif dan mendukung penurunan defisit APBN secara bertahap menjadi di bawah 3 persen mulai tahun 2023.
"Pemerintah memahami defisit meningkat luar biasa, tentunya menciptakan tekanan yang besar kepada fiskal. Di sisi lain pasar surat berharga global dan domestik mengalami gejolak karena COVID-19. Karena itu, pemerintah bersama dengan BI menyepakati ada mekanisme burden sharing yang bisa dipertanggungjawabkan secara baik," katanya dalam konferensi pers virtual, Senin, 6 Juli.
Lebih lanjut, Sri menjelaskan, penerapan skema burden sharing bukan merupakan hal baru dan tidak hanya dilakukan oleh Indonesia. Skema ini juga dilakukan oleh beberapa negara lain, seperti Inggris, Jepang, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Thailand.
Menurut Sri Mulyani, negara-negara tersebut terbukti dapat tetap menjaga tingkat inflasi dan nilai tukar meskipun menggunakan skema burden sharing ini.
Tiga Skema yang Diusulkan Kemenkeu dan BI
Terdapat tiga skema berbagi burden sharing yang diusulkan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia untuk menangani dampak pandemi COVID-19. Ada dua beban yang akan ditanggung pemerintah dan BI yaitu beban menyangkut kepentingan masyarakat (publik goods) dan beban untuk UMKM dan korporasi non-UMKM (non-public goods).
Sri Mulyani menjelaskan, total beban untuk public goods mencapai Rp397,5 triliun. Terdiri dari belanja kesehatan Rp87,5 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, dan sektoral kementerian/lembaga dan pemda Rp106,1 triliun.
Kemudian, beban non-public goods Rp505,9 triliun yang terdiri dari pembiayaan UMKM Rp123,4 triliun, korporasi non-UMKM Rp53,5 triliun, dan beban lainnya Rp328,8 triliun.
Bendahara negara ini mengatakan, tiga skema burden sharing yang berbeda diterapkan sesuai masing-masing kelompok penggunaan. Pertama, untuk belanja public goods, pemerintah menerbitkan surat berharga negara (SBN) langsung kepada BI dengan suku bunga acuan BI reverse repo rate (RRR). SBN tersebut, lanjutnya, bersifat tradeable dan marketable.
"Beban bunga akan ditanggung BI seluruhnya, jadi beban bagi pemerintah untuk SBN yang diterbitkan private placement pemerintah 0 persen, BI sebesar reverse repo rate," tuturnya.
Kemudian, yang kedua, untuk non-public goods, pemerintah dan BI sepakat suku bunga pasar akan dibagi dua. Pemerintah menanggung sebesar BI RRR dikurangi 1 persen.
Terakhir, untuk non-public goods lainnya, pemerintah menanggung beban bunga sebesar market rate.
Baca juga:
Sri Mulyani menjelaskan, penerbitan SBN untuk skema burden sharing kedua dan ketiga melalui mekanisme market, yaitu lelang, green shoe option, dan private placement. "Semuanya dilakukan sesuai SKB (surat keterangan bersama) Menteri Keuangan dan Gubernur BI yang ditandatangani pada 16 April," tuturnya.
Pemerintahan, kata Sri, akan membayar bunga atau imbal hasil kepada BI sesuai tanggal jatuh tempo SBN. Kemudian, pada hari yang sama BI akan mengembalikan imbal hasil kepada pemerintah skema berbagi beban yang telah disepakati.
Sri Mulyani menjelaskan, mengenai burden sharing, pemerintah dan BI melakukan prinsip yaitu menjaga ruang fiskal secara berkesinambungan dalam jangka menengah dan menurunkan defisit APBN secara bertahap di bawah 3 persen mulai 2023.
Kemudian, menjaga stabilitas nilai tukar tingkat suku bunga, dan inflasi; memperhatikan kredibilitas dan integritas dalam pengelolaan fiskal-moneter; serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang sustainable.