Gebrakan Bongkar-Bongkar BUMN ala Erick Thohir yang Kini Dianggap Meredup
JAKARTA - Di awal masa kepemimpinannya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir kerap melakukan gebrakan dengan membongkar adanya penyimpangan yang terjadi di perusahaan plat merah. Namun, gebrakan ini dirasa pelan-pelan berkurang dan cenderung hilang.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menyayangkan, gebrakan bersih-bersih yang dilakukan Erick kini sudah tak lagi terdengar. Padahal, aksi bongkar-bongkaran ini berhasil mengungkap sejumlah kasus pelanggaran yang dilakukan para direksinya. Selain itu, aksi ini juga berhasil membongkar pemborosan yang dilakukan oleh perusahaan BUMN.
"Tapi belakangan aksi itu cenderung lenyap bahkan cenderung kembali ke perilaku lama," kata Donal dalam diskusi bertajuk 'Menyoal Rangkap Jabatan dan Benang Kusut BUMN' yang ditayangkan di Facebook, Kamis, 2 Juli.
Dia menilai pola-pola lama seperti pembagian 'kue' di perusahaan BUMN malah kembali terjadi. Hal ini terlihat karena adanya sorotan terhadap sejumah komisaris yang ternyata berasal dari Korps Bhayangkara baik aktif maupun sudah purnawirawan.
"Ini menurut saya adalah sebuah perilaku yang kembali ke pola lama," ungkapnya sambil menambahkan perilaku Erick tersebut kemudian membingungkan. Karena di awal dia melakukan gebrakan tapi belakangan dia malah bagi-bagi kue.
"Kita bingung motivasinya apa walaupun sebagian orang melihatnya motivasi politik tapi saya melihatnya di luar dari itu," imbuh dia.
Di awal dirinya menjabat, Menteri BUMN Erick Thohir membongkar sejumlah penyimpangan di perusahaan plat merah salah satunya PT Garuda Indonesia.
Pada bulan Desember 2019, Erick memecat Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara karena menyelundupkan komponen Harley-Davidson dan sepeda Brompton. Keputusan itu diambil setelah mempertimbangkan hasil pemeriksaan Komite Audit.
Selain itu, Erick juga pernah menyinggung soal adanya mafia kesehatan di tengan penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia. Hal ini terjadi karena mantan pengusaha itu melihat impor alat kesehatan Indonesia sangat besar. Namun, kelanjutan isu ini tidak pernah terdengar lagi hingga saat ini.
Baca juga:
Banyak jabatan komisaris menyimpang
Donal juga menyoroti soal jabatan komisaris. Menurut dia, saat ini pengisian jabatan komisaris banyak dilakukan dengan tujuan menyimpang. Penyimpangan ini, kata dia, terdiri dari dua faktor yaitu faktor rente dan faktor politis.
Rente yang dia maksud adalah jabatan ini dimanfaatkan oleh elite untuk mengamankan proyek yang bisa menguntungkan diri mereka sendiri.
"Itu kelihatan menteri, oknum menteri, oknum korporasi besar, swasta yang menaruh orang-orangnya di jabatan komisaris. Tujuannya, meski ada deklarasi non-konflik tapi patut diduga ada kaitan dengan agenda-agenda ini," ungkap Donal.
Sedangkan faktor politis, Donal membaginya menjadi beberapa alasan. Pertama pemberian jabatan komisaris ini dilakukan untuk mengakomodasi partai pendukung pemerintah. Hal ini terlihat dengan adanya sejumlah anggota maupun mantan anggota partai politik pendukung pemerintah yang menjabat sebagai komisaris.
Meski tak menyebut secara terang, namun Donal mencontohkan ada seorang caleg gagal di Pemilihan Legislatif 2019 yang menjadi komisaris di sebuah bank BUMN.
"Kedua, politik balas jasa dalam bentuk akomodasi terhadap timses, relawan, maupun ormas yang terafiliasi dengan pemerintah. Ini yang paling banyak," katanya.
Alasan selanjutnya, pemberian jabatan ini dilakukan terhadap pihak atau orang yang kritis dan kerap melontarkan kritikan untuk pemerintah. "Agar jadi bungkam orang-orang yang berseberangan dengan pemerintah diajak menjadi pihak yang inline," tegasnya.
Terakhir, pemberian jabatan juga dilakukan untuk mengakomodasi kelompok ahli. "Kalau dia kerja di luar barangkali negara enggak bisa menggaji. Sekarang caranya dia adalah diakomodasi menjadi bagian pemerintah," jelasnya.
Padahal, untuk menjadi komisaris di BUMN ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti pertimbangan integritas, dedikasi, memahami masalah manajemen perusahaan, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang perusahaan. Tapi, berkaca dari kondisi sekarang dia menilai banyak komisaris yang tak serius dalam menjalani pekerjaannya.
"Kami melihat ada komisaris yang bekerja secara serius tetapi ada yang bekerja rangkap jabatan dan melaksanakan peran lain seperti peran politik, peran sosial mereka ke ormas tertentu dan macam-macam," pungkasnya.