Beras Impor Masuk 41.600 Ton, Dirut Bulog Budi Waseso: Itu Bukan Kami
JAKARTA - Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso atau Buwas menegaskan bahwa masuknya beras impor ke Tanah Air sebanyak 41.600 ton bukan dilakukan oleh Bulog. Ia mengatakan bahwa Bulog sudah tidak melakukan impor beras selama tiga tahun belakangan.
"Memang ada data impor. Saya tidak memungkiri data impor itu. Tetapi yang impor bukan kami, bukan dari Bulog. BPS tidak salah karena itu data yang diambil dari bea cukai dengan izin-izin yang ada. Jadi BPS pasti mutlak, itu tidak mungkin BPS ngarang dan kalau kita crosscheck di bea cukai betul," tuturnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR, Senin, 30 Agustus.
Budi menduga impor beras tersebut dilakukan untuk jenis beras khusus dan dilakukan beberapa instansi atau perusahaan yang mendapat penugasan pemerintah. Namun, Buwas tidak merinci instansi dan perusahaan yang dimaksud.
Lebih lanjut, Budi menegaskan hingga saat ini pihaknya tidak mengetahui adanya pemberian izin impor beras khusus. Padahal, sebelumnya pelaksanaan izin impor dilakukan oleh Bulog.
"Memang dari kami hingga saat ini tidak ada penugasan impor dan kami pun tidak melaksanakan impor untuk beras. Adapun data dari BPS, ini setelah kami telusuri adalah izin beras khusus. Karena itu diberikan langsung kepada beberapa instansi, beberapa perusahaan yang melakukan impor itu," tuturnya.
Lebih lanjut, Budi mengungkap bahwa izin impor beras dalam hal ini beras broken banyak 'dimainkan' oleh importir. Contohnya, izin yang diajukan adalah untuk beras broken tetapi ketika tiba di Tanah Air adalah beras normal.
"Sekarang ini kalau Bapak lihat kalau beras khusus itu ada beras Basmati, beras Japonica dari Jepang, terus ada yang impor broken ini yang banyak dimainkan. Di izinnya beras broken untuk industri tepung. Padahal kita banyak produksi beras itu, tetapi kita mengimpor. Nah inilah yang sekarang banyak masuknya bukan beras broken tapi beras normal. Karena memang selisih harganya kalau dijual di kita, punya nilai plus keuntungan. Itu sebabnya tidak saya lakukan," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 01 Tahun 2018, Bulog sebagai operator dapat melaksanakan pengadaan beras. Dimana, pengadaan terdiri dari impor beras untuk keperluan umum atau impor keperluan lainnya.
Kemudian, setelah mendapat persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan, Bulog dapat melaksanakan pengadaan CBP melalui skema penyerapan beras dari dalam maupun luar negeri.
Impor untuk keperluan umum dan hibah hanya bisa dilakukan oleh BUMN pangan, dalam hal ini Perum Bulog, untuk jenis beras dengan tingkat kepecahan di atas 5 persen sampai 25 persen dengan kode HS 10063099.
Baca juga:
- Permintaan Meningkat, Stok Daging Kerbau Beku di Bulog Sumut Kosong
- Bulog Pastikan Stok Beras Bansos PPKM Aman: Kualitas Dijamin 100 Persen!
- Jokowi Bentuk Badan Pangan, Faisal Basri: Supaya Tak Berkelahi Lagi Mendag dengan Mentan
- Budi Waseso Sebut Barisan 'Sakit Hati' Jadi Dalang Bansos Beras Pandeglang Viral, Padahal Hanya 3 Sak yang Rusak!
Adapun untuk keperluan lain mencakup beras-beras khusus seperti beras ketan, beras pecah, beras jenis Hom Mali dengan tingkat kepecahan maksimal 5 persen, serta beras Japonica, Jasmine, Basmati, dan lainnya dengan tingkat kepecahan maksimal 5 persen.
Lalu, beras khusus bisa diimpor oleh perusahaan dengan angka pengenal importir produsen (API-P) untuk kebutuhan bahan baku industri dan impor oleh BUMN untuk kebutuhan selain bahan baku industri.
Sebelumnya, Komisi IV DPR dalam rapat dengar pendapat dengan Dirut Perum Bulog Budi Waseso mempertanyakan soal adanya impor beras panjang 2021 di tengah komitmen Pemerintah untuk mengimpor berat karena produksi dan stok di dalam negeri yang memadai.
Ketua Komisi IV DPR Sudin menyebutkan bahwa berdasarkan data BPS terdapat impor beras sebesar 41.600 ton selama periode Januari sampai Juli 2021 dengan nilai 18,5 juta dolar AS.
Lebih lanjut, Sudin menjelaskan bahwa impor tersebut dilakukan tanpa izin yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian. Selain itu beras yang masuk dipasok oleh beberapa negara termasuk Vietnam dan Thailand.
"Ini kan kendala, jangan ada disembunyikan," ucapnya.
Baru-baru ini, BPS merilis adanya impor beras sebanyak 356.286 ton. Impor tersebut dilakukan sejak Januari-Desember 2020. Dari data tersebut, impor paling banyak berasal dari Pakistan yakni sebesar 110.516 ton atau senilai 41,51 juta dolar AS. Kedua, impor beras asal Vietnam dengan total sebanyak 88.716 ton atau setara 51,1 juta dolar AS. Angka ini tergolong lebih mahal dibandingkan Pakistan.
Ketiga, Thailand dengan jumlah impor mencapai 88.593 ton. Angka itu setara dengan 76,3 juta dolar AS atau lebih mahal dari beras impor asal Vietnam. Sedangkan impor beras lainnya berasal dari sejumlah negara seperti Myanmar dan India. Secara kumulatif, nilai impor beras sepanjang 2020 mencapai 195,4 juta dolar AS.