Polemik Vaksin Booster, PKS: Pejabat Harusnya Malu pada Rakyat yang Belum Dapat Dosis Pertama

JAKARTA - Sejumlah pejabat mengaku telah mendapatkan vaksinasi dosis ketiga atau vaksin booster. Padahal, berdasarkan Surat Edaran Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.01/1919/2021, booster hanya diberikan kepada tenaga kesehatan maupun tenaga pendukung kesehatan yang telah mendapatkan dosis pertama dan kedua vaksin COVID-19.

Polemik vaksin booster ini mencuat usai bocornya percakapan sejumlah pejabat di tengah kunjungan Presiden Joko Widodo meninjau pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di Kalimantan Timur. Pejabat tersebut mengaku telah mendapatkan suntikan ketiga atau booster vaksin.

Kebanyakan mendapatkan booster vaksin menggunakan vaksin Nusantara yang masih belum mendapatkan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sementara Gubernur Kalimantan Timur yang hadir saat itu mengaku mendapatkan booster vaksin Moderna yang sebenarnya ditujukan bagi tenaga kesehatan.

Menanggapi hal itu, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyebut pejabat yang mendapat booster tersebut harus malu atas apa yang telah dilakukan. Pasalnya pemberian vaksin masih belum dilakukan menyeluruh di Indonesia.

"Mestinya kita malu mendapatkan yang ketiga sementara masih banyak rakyat Indonesia di beberapa tempat belum dapat vaksin pertama," ujar Mardani, Rabu, 25 Agustus.

Mardani menyebut hal itu bertentangan dengan aturan yang ada. Pasalnya, pemberian booster vaksin COVID-19 hanya dilakukan untuk tenaga kesehatan yang memiliki risiko tinggi.

"Pak Jokowi (Joko Widodo) perlu menegaskan aturan dengan tegas. Jika perlu diberi teguran," kata Mardani.

 

Sebagai informasi, saat ini di Indonesia penerima dosis pertama vaksinasi masih sebanyak 59,01 juta orang. Angka itu masih belum setengah dari target vaksinasi sebanyak 208,26 juta orang.

 

Kronologi Bocornya Pengakuan Pejabat Dapat Vaksin Booster 

 

Pengakuan vaksik booster terungkap saat sejumlah pejabat mengobrol dengan Presiden Joko Widodo saat melakukan kunjungan ke Kalimantan Timur, kemarin. Saat itu, agenda presiden meninjau pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di SMPN 22 Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Acara disiarkan secara langsung di kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Jokowi didampingi oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, serta Wali Kota Samarinda Andi Harun. 

 

Mereka terlihat berbincang-bincang dan percakapan terdengar dalam video. Para pejabat tersebut membahas soal Vaksin Nusantara yang digagas eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto hingga vaksin booster.

Wali Kota Samarinda Andi Harun saat itu mengaku sudah mendapatkan dua kali suntikan vaksin dan berencana mencoba vaksin Nusantara sebagai booster.

"Booster vaksin Nusantara Pak Terawan," kata Andi.

"Oh pantes seger-seger, Pak Wali Kota, mendahului kita ini Pak Wali Kota," kata Jokowi sembari tertawa.

Jokowi kemudian bertanya kepada Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto apakah juga sudah mendapatkan vaksin Nusantara.

"Pak Panglima sudah ambil Nusantara?" tanya Jokowi.

"Sudah," jawab Marsekal Hadi.

"Enggak ngajak-ngajak kita ya," ujar Jokowi berseloroh.

Gubernur Isran Noor kemudian juga mengaku sudah mendapatkan suntikan booster menggunakan vaksin Moderna.

"Saya sudah booster, cuma Moderna," kata Isran.

Prabowo lantas bertanya kepada Jokowi apakah sudah mendapatkan suntikan booster atau belum. "Sudah booster semua, Pak Presiden belum, ya?" tanya Prabowo.

"Enggak, saya nunggu Pfizer," ujar Jokowi.

Sejumlah media kemudian memberitakan percakapan tersebut. Tak lama, video live streaming itu dihapus. Kemudian diunggah ulang, tapi video sudah diedit dengan menghilangkan percakapan soal vaksin booster tadi.

 

Terkait masalah ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin diminta untuk diberi sanksi. Sebab kewenangan untuk memberikan vaksin berada di bawah tanggungjawab Menkes sepenuhnya. Menkes dianggap melanggar regulasi SE HK.02.01/1919/2021 yang menyebutkan vaksin booster hanya untuk nakes. 

 

Kemenkes Evaluasi Vaksin Booster

 

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bakal melakukan evaluasi terhadap penyuntikan vaksin COVID-19 dosis ketiga atau booster. 

Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyampaikan pihaknya telah menyiapkan auditor terkait dengan evaluasi tersebut.

"Pak Menkes sudah menggandeng auditor-auditor kita untuk kemudian nanti dalam pelaksanaannya melakukan evaluasi mengenai ketepatan dari sasaran ini," kata Nadia dalam rilis survei Indikator Politik Indonesia secara daring, Rabu, 25 Agustus.

Nadia menyampaikan vaksinasi COVID-19 dosis ketiga hanya diberikan kepada tenaga kesehatan. Ketentuan itu telah dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.01/1/1919/2021.

Meski begitu, Nadia tak berkomentar lebih lanjut mengenai para pejabat yang mendapatkan booster vaksin. Ia hanya berkata pelaksanaan booster vaksin tanggung jawab daerah.

"Sesuai dengan SE juga bahwa pemberian vaksinasi dosis ketiga atau booster ini hanya diberikan kapada tenaga kesehatan dan ini sudah menjadi tanggung jawab pemda," ucapnya.