Periksa Saksi Swasta Korupsi Tanah di Munjul, KPK Dalami Proses Perhitungan Appraisal
JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta tahun 2019. Kali ini, KPK mendalami tentang proses appraisal tanah dengan memanggil seorang saksi pada Kamis, 19 Agustus kemarin.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RHI (Rudy Hartono Iskandar) dkk yaitu swasta bernama Farid Ridwan yang didalami pengetahuannya antara lain terkait proses penghitungan appraisal (penilaian aset) untuk pengadaan tanah di Munjul, Cipayung," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 20 Agustus.
Selain itu, penyidik juga memanggil saksi lain dalam hari yang sama yaitu seorang dari unsur swasta. Dalam pemeriksaan itu, saksi ditanya perihal kepemilikan aset salah seorang tersangka.
"Dewi dari pihak swasta dikonfirmasi antara lain terkait dugaan kepemilikan berbagai aset dari tersangka RHI," ujar Ali.
Baca juga:
- PDIP Tolak Perubahan RPJMD, Anggap Cuma Dalih Anies Tak Selesaikan Target Rumah DP Rp0 Hingga Naturalisasi Sungai
- Selain Diduga Dikorupsi, Lahan yang Dibeli Sarana Jaya untuk Rumah DP Rp0 Ternyata Berada di Jalur Hijau
- Kredit Rumah DP Rp0, Bank DKI Sudah Fasilitasi Pembiayaan Rp198,8 Miliar
- Jokowi Disebut Cocok Bawa Madu dan Jongkok di Pinggir Jalan Saat Pakai Baju Adat Baduy, Faldo: Presiden Tak Pusing!
Dalam kasus ini, komisi antirasuah telah menetapkan empat tersangka yaitu Direktur dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo yaitu Tommy Adrian serta Anja Runtuwene, mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar.
Selain itu, KPK juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korupsi korporasi.
Dugaan korupsi ini terjadi saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah. Selanjutnya, perusahaan milik daerah ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama.
Akibat kasus ini, negara merugi hingga Rp152,5 miliar. Para tersangka diduga menggunakan uang ini untuk membiayai kebutuhan pribadi mereka.