Falsafah Balutan Busana Punyimbang Adat Pepadun Lampung Milik Jokowi
JAKARTA - Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 Republik Indonesia kali ini terasa sangat bermakna bagi masyarakat Lampung yang berada di daerah atau pun dalam perantauan meski pandemi COVID-19.
HUT ke-76 RI kali ini menjadi momen bersejarah dan membanggakan bagi masyarakat Lampung, sebab kini masyarakat seantero Indonesia bahkan dunia dapat mengenal salah satu busana adat tradisional Lampung dengan dikenakannya pakaian adat Pepadun oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam upacara HUT Ke-76 Republik Indonesia.
Busana tradisional asal Lampung tersebut bukanlah sebatas sehelai kain yang di bentuk sedemikian rupa untuk membalut tubuh, namun memiliki makna, falsafah dan doa dari masyarakat Lampung bagi Indonesia di Hari Merdeka.
Sai Bumi Ruwa Jurai sendiri memiliki dua adat yang dianut oleh sebagian warga asli Lampung, yakni adat Sai Batin dan Pepadun, meski memiliki sejumlah perbedaan kedua masyarakat adat tetaplah hidup rukun membangun Lampung.
Kali ini adat Pepadun memiliki kesempatan untuk menampilkan diri menghiasi layar kaca dan lensa media massa di Indonesia setelah Presiden mengenakannya untuk menyambut Sang Saka Merah Putih berkibar pada Hari Kemerdekaan Indonesia.
Busana tradisional tersebut awam dikenal oleh masyarakat Lampung sebagai pakaian yang digunakan oleh “punyimbang adat (pemimpin adat) Lampung”. Bukan tanpa arti, dipilihnya busana ini dalam HUT ke-76 Republik Indonesia merupakan suatu wujud apresiasi dan penghargaan masyarakat Lampung kepada pemakai busana yang merupakan seorang pemimpin atas suatu negara.
Hal tersebut juga dikatakan oleh Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Lampung, Riana Sari Arinal.
“Kita patut berbangga dengan dikenakannya pakaian adat kita oleh Presiden Jokowi hari ini, untuk pakaian yang dikenakan memang dipersiapkan dari sini, kurang lebih 10 hari. Ada dua pakaian punyimbang adat yang kami kirimkan yakni dari adat Sai Batin dan Pepadun,” ujar Riana Sari.
Baca juga:
Ia menjelaskan kedua pakaian punyimbang adat Lampung yang dikirimkan dan salah satunya dikenakan oleh Presiden Joko Widodo memiliki beragam falsafah dan makna, terlebih lagi pakaian tersebut langsung dijahit oleh penjahit yang bermukim di daerah kota tua Teluk Betung Lampung, dan kainnya pun langsung disulam oleh jari-jari perajin kain tradisional Lampung.
Falsafah dalam busana tersebut dimulai dari kemeja lengan panjang dan celana panjang berwarna putih yang melambangkan kesucian dan menjunjung tinggi kejujuran dalam kehidupan keseharian. Sebab warna putih dalam prosesi adat Lampung sendiri dikenal sebagai salah satu warna tertinggi dan suci.
Selanjutnya beralih pada kain tumpal yang merupakan kain adat khusus bagi pria Lampung merupakan simbol kekuatan, dengan dilengkapi segitiga pucuk rebung sebagai salah satu motif Lampung yang tersulam dengan benang emas secara manual menggunakan jari para perajin dalam kain, telah menggambarkan keagungan bagi setiap pemakainya.
Pemakaian kain tumpal tersebut pun tidak sembarang dilakukan namun memiliki sejumlah aturan. Kain tumpal bagi pria yang telah menikah harus dikenakan dibawah lutut, sehingga melambangkan kebijaksanaan dalam berfikir, mengambil keputusan di tengah masyarakat.
“Kain tumpal yang dikenakan oleh Presiden pada HUT ke-76 RI didominasi warna merah dan emas dari benang, warna merah dipilih sesuai dengan warna bendera kita,” katanya.
Dia melanjutkan sarung tumpal berwarna merah dan emas tersebut juga dilengkapi kopiah Lampung dengan ornamen batu kecubung ikon daerah Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan mengkilap menghiasi bagian depan tutup kepala yang dikenal oleh masyarakat Lampung sebagai kiket Lampung.
Kiket Punai Mekhem yang dikenakan oleh orang nomor satu di Indonesia tersebut memiliki makna tersendiri di mana melambangkan pemimpin yang melindungi rakyatnya.
Kiket Punai Mekhem (burung tidur) memilki karakteristik dimana terdapat bulatan pada bagian depannya, sedangkan cukup berbeda untuk adat Sai Batin yakni mengenakan Peci Kapal Jukung dengan sudut runcing terdapat didepan kepala.
Bagian pemanis busana adat itu namun juga bermakna yakni selendang bujur sangkar atau yang disebut “kikat akhir” yang melingkari pundak dan dada telah membingkai kewibawaan pemimpin bagi setiap yang memandangnya. Sedangkan ikat pinggang yang dikenal sebagai “bulu” biasa dipakai untuk menyisipkan keris menjadi aksesoris wajib bagi busana adat Lampung.
Dikenakannya busana adat Lampung tersebut selain membawa kebanggaan bagi masyarakat Lampung juga menyiratkan sejumlah pesan di tengah pandemi COVID-19.
Hal tersebut dikatakan salah satu desainer serta pegiat batik Lampung, Laila Al Khusna.
Bagi wanita yang sering dipanggil Una itu dengan dikenakannya busana adat Lampung oleh pimpinan tertinggi di Indonesia tersebut dapat mengajarkan secara tidak langsung kepada generasi muda dan masyarakat untuk kembali mencintai, mengenal, dan tidak malu mengenakan pakaian adat di daerah masing-masing.
“Presiden mengajarkan bahwa Indonesia kaya akan busana daerah yang penuh dengan falsafah, sehingga generasi muda ataupun semua pihak harus terus mendukung agar busana ini dapat dikenal, dicintai, dan dikenakan di masa modern seperti saat ini,” ujar Una.
Baginya dipilihnya busana adat Lampung untuk tampil menyambut Hari Kemerdekaan dapat menjadi salah satu batu pijakan bagi pelestarian busana tradisional di Lampung.
Selain itu dengan tertujunya semua mata pada busana adat Pepadun Lampung pada 17 Agustus ini dapat pula mendorong semangat para perajin kain adat Lampung untuk terus bertahan dan bangkit meski diterpa pandemi yang berkelanjutan.
Menurut desainer yang telah menelurkan beragam karya batik khas Lampung ini momen kali ini menjadi salah satu hadiah dan motivasi bagi perajin kain adat Lampung untuk terus mengasilkan karya meskipun harus terus berkompetisi dengan beragam produk kain modern.
“Semoga perajin terus berkarya berkreativitas menghasilkan kain-kain tradisional yang megah dan cantik sembari melestarikan budaya Lampung,” katanya.