Perintah Jokowi Turunkan Harga PCR Jadi Rp450-550 Ribu Dinilai Realistis dan Tak Rugikan Faskes
JAKARTA - Langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menurunkan harga tes COVID-19 berbasis Polymerase Chain Reaction (PCR) dinilai realistis. Selain itu, permintaan tersebut dianggap tak akan menimbulkan kerugian bagi fasilitas kesehatan.
Kepada Budi, Jokowi memerintahkan harga tes COVID-19 berbasis PCR dapat ditekan hingga Rp450 ribu batas terendah dan tertinggi Rp550 ribu. Hal ini perlu dilakukan demi meningkatkan kapasitas testing di tengah masyarakat.
Menanggapi hal ini, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai hal ini sudah realistis. Apalagi, masyarakat kerap melakukan tes PCR bukan untuk pelacakan kasus COVID-19 melainkan untuk syarat berpergian atau melaksanakan pekerjaan.
"Yang disampaikan pemerintah saya kira sudah realistis dan yang harus dipahami tes yang disebutkan harganya ini adalah tes yang memang harus diakses sendiri oleh publik karena apa, karena ada kepentingan sendiri misalnya mau ke luar negeri, ke daerah, atau tugas kantor dan lainnya. Jadi enggak elok kalau dibebankan ke negara itu wajar," kata Dicky saat dihubungi VOI, Senin, 16 Agustus.
Meski begitu, dia mengingatkan harga itu jangan dibebankan kepada masyarakat yang perlu melaksanakan pelacakan dan pengetesan karena kontak dekat dengan orang yang dinyatakan positif COVID-19.
Baca juga:
Lebih lanjut, Dicky meminta implementasi harga yang sudah disampaikan oleh Presiden Jokowi dimonitoring secara ketat oleh pihak terkait. Bahkan, dirinya meminta fasilitas kesehatan yang menerapkan harga tes PCR lebih mahal dapat dikenakan sanksi berupa pembekuan sementara izin operasinya.
"Implementasi ini harus dimonitoring oleh Dinas Kesehatan secara ketat. Karena kalau ada yang melanggar ya kebangetan dalam situasi begini," tegasnya.
"Lagipula menurut saya kemarin-kemarin sudah relatif banyak keleluasaan. Jadi apa yang disampaikan pemerintah menurut saya tidak akan membuat rugi dan kalau ada yang melanggar bisa disanksi," imbuh Dicky.
Sebelumnya, Presiden Jokowi merespons kemahalan harga tes PCR di Indonesia dengan meminta penurunan harga. "Saya sudah berbicara dengan Menkes mengenai hal ini. Saya minta agar harga tes PCR Rp450-550," katanya dalam sebuah video yang diungggah Sekretariat Kabinet, Minggu 15 Agustus.
Tak hanya meminta menurunkan harga tes PCR, eks Gubernur DKI Jakarta itu juga minta hasil tes PCR keluar dalam jangka waktu 1x24 jam. "Kita butuh kecepatan," tegasnya.
Sekadar informasi, Indonesia menjadi salah satu negara yang memasang tarif tinggi untuk tes COVID-19 dibanding dengan sejumlah negara di dunia. Di beberapa negara, bahkan tes COVID-19 diberikan secara cuma-cuma alias gratis.
Di Indonesia, harga PCR dibanderol dengan harga Rp 800 ribu hingga jutaan rupiah tergantung dengan kecepatan data diterbitkan. Kecepatan hasilnya pun beragam, ada yang 24 jam namun ada yang harus menunggu beberapa hari.
Pemerintah melalui Kemenkes telah menetapkan tarif batas tertinggi untuk swab PCR mandiri sebesar Rp900 ribu. Keputusan itu diambil setelah banyak pihak mengusulkan pemerintah menetapkan standar tarif karena harga selama ini yang terlalu mahal.