Hati-Hati! Cetak Sertifikat Vaksin COVID-19 Berpotensi Kebocoran Data untuk Pinjol, NIK Paling Krusial

JAKARTA - Saat ini sertifikat vaksin COVID-19 telah menjadi syarat masuk ke tempat umum seperti pusat perbelanjaan atau mal. Tetapi, bukan berarti mencetak sertifikat tanpa adanya risiko dimanfaatkan untuk pinjaman online (pinjol). Kenapa NIK paling krusial harus dijaga?  

Menurut pakar keamanan siber Alfons Tanujaya, mencetak sertifikat vaksin yang tengah menjadi tren di Indonesia berisiko menyebabkan kebocoran data pribadi. "Mencetak sertifikasi vaksin perlu diperhatikan karena mengandung potensi kebocoran data kependudukan penting yang dapat merugikan pemilik data. Adapun data kependudukan penting tersebut adalah NIK, Nama Lengkap dan Tanggal Lahir," ungkap Alfons dalam keterangan resmi yang diterima VOI, Kamis 12 Agustus.

Alfons menjabarkan, informasi kependudukan digunakan sebagai basis kredensial untuk pengecekan database banyak layanan pemerintah seperti rekapitulasi data pemilih dalam pilkada.

Yang harus diperhatikan adalah maraknya jasa pencetakan sertifikat vaksin, hal ini terjadi karena alasan kepraktisan sebagai syarat berkunjung ke mal atau pusat perbelanjaan. Dengan begitu, pengunjung tidak perlu menunjukkan sertifikat di ponsel.

"Namun karena tidak semua orang memiliki printer, maka sertifikat vaksin dikirimkan ke jasa pencetak. Jasa pencetak secara otomatis mendapatkan kumpulan data kependudukan NIK, Nama Lengkap dan Tanggal Lahir yang berharga dan sangat berpotensi disalahgunakan seperti untuk membuat KTP aspal yang nantinya digunakan untuk banyak aktivitas jahat seperti membuka rekening bank penampungan hasil kejahatan atau melakukan pinjol," jelas Alfons.

Ilustrasi vaksinasi (Sumber: Antara)

Ditegaskan Alfons, karena itulah masyarakat harus ekstra hati-hati melindungi datanya semaksimal mungkin, "Ada baiknya juga jika aplikasi PeduliLindungi mempertimbangkan untuk menutupi informasi kependudukan dalam sertifikat vaksin ini seperti yang dilakukan oleh aplikasi JAKI," tuturnya.

Krusial

Sebenarnya kata Alfons, secara terpisah, informasi kependudukan ini mungkin kurang berarti. Misalnya yang bocor hanya tanggal lahir saja atau nama tanpa data lain, maka data tanggal lahir atau nama secara tunggal cukup sulit dieksploitasi.

"Tetapi nomor NIK merupakan kuda hitam, karena secara tunggal memiliki nilai data yang tinggi karena sifatnya yang unik dan sulit diciptakan, karena merupakan gabungan dari beberapa data kependudukan seperti kode lokasi pemilik KTP, tanggal lahir dan informasi tambahan lain," ujar Alfons.

Nomor NIK ini bersifat melekat pada penduduk dan berlaku seumur hidup, digabungkan dengan data kependudukan lain seperti nama lengkap atau tanggal lahir, maka informasi ini menjadi data yang berharga dan rentan dieksploitasi sehingga harus diproteksi dengan baik.

Ilustrasi pinjol. (DOK VOI)

Metode pengecekan sertifikat vaksin proaktif menggunakan aplikasi gawai untuk pemindai QR Code di mal atau tempat makan direkomendasikan untuk digunakan dan cukup aman dari sisi sekuriti karena dapat mencegah kebocoran data.

Selain itu, data yang masuk ke aplikasi PeduliLindungi jika diolah dengan baik akan menjadi Big Data yang berharga dan dapat digunakan untuk keperluan lain seperti Tracing, memantau kedisiplinan mal atau restoran menjalankan PPKM dan tidak melewati batas maksimal pengunjung yang diperbolehkan.

"Pencetakan sertifikat vaksin tidak disarankan, apalagi dicetak menggunakan jasa pihak ketiga karena mengandung potensi kebocoran data kependudukan terutama NIK yang sifatnya unik dan melekat seumur hidup pada penduduk. Jika terpaksa mencetak sertifikat vaksin, sangat disarankan untuk menutup informasi kependudukan penting pada sertifikat vaksin tersebut agar tidak dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu seperti pinjol," jelas Alfons.