Pedagang Pasar Tolak Ganjil-genap, Anies: Demi Keselamatan Pedagang
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, ada sejumlah pedagang pasar tradisional yang menolak sistem ganjil-genap. Mereka mengeluhkan potensi penurunan pendapatan dari hasil jualan.
Namun, Anies tidak bisa mengabulkan keinginan itu. Dengan demikian, kata Anies, pihaknya tetap melakukan sistem ganjil-genap untuk meminimalisasi penularan COVID-19.
"Harus ganjil-genap. Karena, memang saat ini kapasitasnya hanya 50 persen dulu demi keselamatan pedagang juga. Jadi, ini bukan semata-mata ganjil-genap ini adalah soal keselamatan pembeli, tapi juga keselamatan pedagang," kata Anies saat ditemui di Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat, rabu, 17 Juni.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini bahkan mengultimatum pedagang pasar tradisional. Jika mereka tetap bersikeras menolak adanya ganjil-genap, ia akan kembali menutup seluruh pasar di Jakarta.
"Saya sampaikan kepada pedagang, pilihannya sederhana. Ganjil-genap (diterapkan) sekarang atau tidak buka sama sekali. Kalau mau ikut ganjil-genap, kita buka sekarang. Kalau tidak, tidak buka," ucap Anies.
Sebagai informasi, penerapan sistem ganjil-genap di pasar dilakukan dengan dengan membuka setengah pasar tiap harinya. Kios dengan nomor ganjil beroperasi di tanggal ganjil, sedangkan kios bernomor genap di tanggal genap.
"Misalnya, tanggal 1 berarti ganjil, ganjil itu berati bomor kios ganjil yang buka. Tanggap 2 itu genap, berarti nomor kios genap yang buka," kata Dirut PD Pasar Jaya Arief Nasrudin.
Arief mengaku pihaknya tak bisa menggunakan lahan lain untuk memindahkan separuh lapak pedagang sehingga bisa menampung seluruh kios dengan tetap menjalankan jaga jarak fisik.
Sebab, tak ada lahan yang bisa digunakan di Jakarta. Terlebih, jumlah pedagang pasar di DKI mencapai lebih dari 100 ribu orang. Berbeda dengan pasar-pasar tradisional di daerah lain.
"Kami enggak mungkin lakukan (penempatan kios) di halaman pasar, karena pengunjung pasar itu berbagai macam elemen kalau di Jakarta, ada yang menggunakan mobil. Kendaraan dan lahan enggak cukup," tutur Arief.
"Oleh karenanya, di Jakarta tetap menggunakan gedung, kenapa harus gedung ya karena gedung itulah yang bisa membuat kami memproteksi jumlah pengunjung dengan juga kita menerapkan ganjil genap kios dan mengatur traffic konsumennya," tambah dia.
Lalu, ada potokol kesehatan yang wajib dilaksanakan bagi para pedagang. Pedagang diwajibkan menggunakan pelindung muka (face shield). Dengan demikian, Arief yakin penularan virus corona di area pasar bisa dicegah.
Arief melanjutkan, PD Pasar Jaya juga akan melakukan pengetatan pintu dengan mengurangi pintu masuk ke pasar, menyediakan hand sanitizer dan pengecekan suhu tubuh, dan melakukan penyemprotan di area Pasar sekali dalam dua pekan.
"Kemudian, pedagangnya dipastikan menggunakan masker. Mudah-mudahan ini bagian dari practice action yang untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19 di pasar," ungkap Arief.
Berdasarkan data yang dihimpun Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (IKAPPI), sedikitnya ada 64 pedagang pasar tradisional di Jakarta terkonfirmasi positif COVID-19. Puluhan pedagang pasar ini sebelumnya menjalani rapid test dan menunjukkan reaktif, selanjutnya melakukan tes swab PCR dan terkonfrimasi positif.
Rinciannya, 23 pedagang terinfeksi COVID-19 di Pasar Serdang Kemayoran, 18 pedagang di Pasar Perumnas Klender, 14 pedagang di Pasar Rawa Kerbau, 3 pedagang di Pasar Kramat Jati, 2 pedagang di Pasar Kedip, 1 pedagang di Pasar Mester, 1 pedagang di Pasar Lontar, 1 pedagang di Pasar Obor, dan 1 pedagang di Pasar Grogol.