BI Dukung Pemulihan Ekonomi Lewat Kebijakan Suku Bunga Terendah Sepanjang Sejarah
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa pihaknya akan tetap mendukung upaya pemulihan ekonomi melalui bauran kebijakan strategis bersama-sama dengan pemerintah. Salah satu yang menjadi pokok acuan adalah dalam hal penetapan suku bunga acuan.
“Bank indonesia terus mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan, serta mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional dengan menurunkan suku bunga enam kali sejak tahun lalu sebesar 150 basis poin,” ujarnya dalam keterangan pers secara virtual yang disiarkan oleh laman Youtube Kemenkeu, Jumat, 6 Agustus.
Bahkan, Perry menilai jika besaran rate interest yang berlaku saat ini cukup rendah dan akan terus didisain melandai demi mendorong aktivitas ekonomi semakin bergeliat.
“Bank Indonesia akan tetap mempertahankan kebijakan suku bunga rendah dengan BI-7 Days Repo Rate tetap pada level 3,50 persen. Kebijakan ini merupakan yang terendah sepanjang sejarah,” tutur dia,
Menurut dia, suku bunga yang ditetapkan tersebut sejalan dengan terkendalinya inflasi, terjaganya nilai tukar rupiah, dan juga stabilitas di sistem keuangan nasional.
Baca juga:
“Untuk menjaga nilai tukar rupiah, Bank Indonesia mengambil tiga langkah melalui kebijakan triple intervention, baik spot, DNDF (Domestic Non Deliverable Forward/transaksi derivatif standar), dan pembelian SBN (Surat Berharga Negara) dari pasar sekunder. Alhamdulillah stabilitas rupiah terjaga di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang relatif tinggi,” jelasnya.
Lebih lanjut, bos BI juga melaporkan bahwa bank sentral tetap melanjutkan penambahan likuiditas (quantitative easing) ke pasar uang dan perbankan. Dalam catatannya, BI telah menggelontorkan likuiditas ke perbankan sebesar Rp101,1 triliun hingga 19 Juli 2021.
“Dengan demikian, sejak tahun lalu atau tepatnya sejak pandemi, Bank Indonesia telah melaksanakan quantitative easing sebesar Rp833,9 triliun atau setara dengan 5,4 persen PDB (Produk Domestik Bruto),” tutup Perry.