Eksklusif Olvah Alhamid, Berlian dari Papua yang Berani Mendobrak Stigma
JAKARTA - Olvah Alhamid, putri cantik dari Timika, Papua mungkin tidak seterkenal bintang film atau penyanyi di Indonesia. Tapi, menjadi bagian kecil dari dunia hiburan tanah air sebagai model, Olvah bisa menjadi inspirasi karena mampu menemukan jalannya sendiri untuk berkarir sebagai model internasional. Dia, berlian langka dari Papua.
Keindahan berlian ditempa dengan keras, demikian juga Olvah. Sukses sebagai mendapat predikat Puteri Indonesia Papua Barat dan masuk 5 besar Puteri Indonesia, Olvah juga menjadi perempuan Papua pertama yang meraih gelar Puteri Indonesia Inteligensia pada 2015, ternyata tak membuatnya otomatis mendapat 'karpet merah' di industri hiburan tanah air.
Beberapa kali ikut casting film untuk karakter gadis dari timur, Olvah ditolak karena terlalu cantik! "Saya sering ditanya orang di manapun, seperti di jalan atau di supermarket bahkan saat casting, 'Kamu Papua, kok cantik?'. Awal-awal saya cuma senyum tapi lama-lama saya ngerasa itu bukan compliment, menurut saya itu menyinggung. Emang orang Papua tidak ada yang cantik?," cerita Olvah Alhamid dalam wawancara Eksklusif dengan VOI di kawasan Ciputat, Rabu, 4 Agustus.
"Saya kalau ingat jawaban salah satu produser film, sakit hati saya. Saya dibilang nggak bisa main film di Indonesia karena saya terlalu cantik sebagai orang Papua. Mereka cari orang Papua yang biasa-biasa saja. Saya langsung ngomong, permisi, Papua yang biasa aja tuh gimana? Bapak mainnya kurang jauh nih pak. Ke Papua sekali-sekali, lihat orang Timur, Maluku, NTT, Sulawesi ini cantik-cantik dan ganteng-ganteng banget. Kenapa kok yang biasa-biasa aja yang diangkat. Beliau cuma bisa jawab, 'Ya begitulah entertainment di Indonesia," Makanya saya ingin angkat topik ini, kalau saya nggak masuk di tipe A, nggak masuk tipe B, trus saya masuk ke mana?" kata Olvah dengan sedikit geram.
Terlahir sebagai orang Papua, Olvah mengaku bangga. Tempat di mana toleransi sangat dijunjung tinggi di sana. "Kalau kakak datang ke Papua, tidak punya tempat tinggal, orang Papua akan kasih rumahnya. Kakak bisa dipersilahkan tidur di ranjang dan tidak apa mereka tidur di lantai," paparnya.
Keindahan lain yang perlu orang tahu, lanjutnya, adalah toleransi beragama yang mengakar di kehidupan orang Papua. "Kalau orang Islam salat Ied di lapangan, orang Kristen itu yang sediakan koran dan tikar untuk alas salat. Kalau Natal, orang Islam berbondong-bondong siapkan speaker untuk dipakai di gereja. Papua itu indah, tapi selalu dikaitkan dengan keterbelakangan. Ini kan diskriminasi ya," serunya dengan nada kecewa.
Namun, Olvah bukan sosok manja yang bisa kalah dengan diskriminasi yang didapatkannya. Dia ingin membuktikan bahwa stigma yang dilabelkan kepadanya itu salah.
"Saya kalau disakiti, nggak balik menyakiti. Saya orangnya tipikal menyerap semua pengalaman hidup. Saya harus buktikan yang orang bilang jelek kepada saya itu salah," tegasnya.
Setahun berselang setelah dinobatkan sebagai Puteri Indonesia Inteligensia, ia mengambil banyak pengalaman dan pelajaran saat mengikuti Miss Eco Universe 2016 di Mesir. Karier modelling Olvah bahkan melambung hingga ke New York, Amerika Serikat pada 2018-2020 sebelum kembali ke negara kelahiran karena lockdown.
"Saya kerja keras untuk bisa berangkat ke Amerika. Saya menabung dengan membuat warung di Bali selama tiga tahun. Setelah itu saya pakai semua tabungan untuk ke Amerika. Di Amerika saya masih bekerja di restoran, tidak lantas mengandalkan tabungan. Saya mau buktikan saya mampu," paparnya.
Tangan Tuhan seolah memapahnya menggapai mimpi yang dia inginkan. Olvah bahkan mengikuti audisi model di New York tanpa sengaja. "Saya jalan-jalan terus lihat keramaian, orang antri audisi. Lantas saya ikut audisi dan lolos. Ini saya buktikan kalau Papua dan cantik itu bisa diterima dunia. Pola pikir kita harus diubah," tegasnya.
Untuk sebuah mimpi besar mengubah stigma tentang Papua juga meningkatkan pola pikir manusia Indonesia, Olvah ingin menjadi menteri. "Saya ingin memberikan dampak baik sama siapapun orang yang dengar dan nonton saya. Saya ingin ada dampak positif, karena hal yang kecil buat kita, bisa berdampak besar pada orang lain," harapnya.
Untuk membuat perubahan, Olvah bekerja keras mempercantik jiwa dan raganya. Lulusan Universitas Indonesia ini sadar mimpinya terlalu besar untuk sebagian besar orang, tapi dia yakin bisa mencapainya.
Baca juga:
- Eksklusif, Soal Konspirasi COVID-19, Daeng M. Faqih: Dokter Tak Masuk Ke Ranah Itu
- Eksklusif Krisdayanti Membagi Peran untuk Masyarakat dan Keluarga
- Eksklusif, Anggy Umbara Memanfaatkan Pandemi COVID-19 untuk Melakukan Hal-hal Baru
- Eksklusif, In Memoriam Aria Baron, Armand Maulana Belajar dari Pandemi COVID-19
"Untuk mengubah orang lain, kita harus berani mengubah diri kita sendiri. Kalau kita niatnya baik pasti ada jalan," tegasnya.
Olvah menyadari stigma negatif yang diterimanya dimulai mudahnya orang melakukan sesuatu hal tanpa dipikir. "Dunia berubah karena semua orang melakukan hal yang sama, belum tentu itu benar kan? Jadi saya pengin jadi menteri banget untuk membuat perubahan," tegas Olvah Alhamid.
BERSIAP MASUK DUNIA POLITIK
Impian menjadi bagian dari pemerintahan berawal dari kebiasaan Olvah keliling Indonesia. Dengan biaya sendiri, dia menyerap energi masyarakat yang terinspirasi dengan langkahnya.
"Saya melakukan hal ini karena saya suka. Saya sering keliling Indonesia dengan biaya sendiri. Saya lihat begitu besar dampaknya ketika saya ngomong mimpi itu mungkin. Jangan diam saja, perempuan itu tidak hanya sebatas di dapur. Dan ternyata saya menginspirasi banyak sekali perempuan, hati saya penuh," paparnya.
Karena itulah, Olvah ingin menjadi menteri. "Saya ingin jadi menteri pendidikan, atau menteri sosial, atau pemberdayaan perempuan. Intinya pengin membuat perubahan yang baik dalam pola pikir masyarakat," jelasnya.
Jalan panjang dan berliku tentu harus dihadapi pemilik nama Syarifah Olvah Alhamid ini. Namun dia tidak mau patah semangat. Menggunakan media sosial, Olvah menyambut ajakan orang-orang yang membutuhkan kehadirannya.
"Saya datang ke kampung-kampung yang tidak saya kenal. Ada yang minta 'Kak ke sini dong,' saya datangi dengan biaya sendiri. Saya bilang kalian siapin 50-100 orang tidak apa-apa saya datang sendiri. Nggak usah pikirin tiket dan hotelnya. Saya siap datang, yang penting jemput di bandara," katanya.
Rupanya langkah itu mendapat sambutan positif. Semakin banyak orang yang memintanya datang, semakin besar pengeluaran yang mesti dia tanggung. Namun, Olvah lagi-lagi tak mau menyerah.
"Saya bukan orang yang punya banyak duit. Jadi saya minta saran sama orang-orang yang paham, keluarga saya, teman-teman saya mengarahkan saya untuk bikin lembaga. Dan dari situ saya bisa mendapat bantuan sehingga saya bisa lebih sering berbagi pengalaman ke daerah-daerah kalau ada sponsor," katanya.
Jiwa sosial yang tinggi itu sejalan dengan pekerjaannya sebagai model. Meskipun mencurahkan hati sepenuhnya untuk berbagi, Olvah tak pernah berhenti bekerja sebagai model.
"Kalau saya suka modelling banget. Dan itu tidak akan saya tinggalkan apa pun yang terjadi. Semua orang harus menemukan passion-nya dia dimana. Mau jadi apapun kalau punya passion kenapa enggak. Cuma pada akhirnya orang selalu punya tujuan kapan harus berhenti untuk berkembang lagi untuk menjadi menteri. Tapi untuk berjalan ke menteri itu saya tidak mau berhenti modelling," tegasnya.
Ke depan, Olvah mengaku sedang mempertimbangkan untuk masuk politik. Dia ingin mewakili Papua dengan jalan yang lebih pasti.
"Pada akhirnya saya harus mengambil langkah itu. Saya pikir untuk bikin perubahan di Indonesia saya juga harus berubah. Teman-teman, sahabat saya sangat mendukung, termasuk keluarga juga. Mereka bilang 'pemikiran kamu ngeliatnya terlalu ke depan, menganalisa, sampai kadang kita nggak nangkep'. Mereka bilang saya harus masuk politik dan banyak banget orang yang dukung," tegasnya.
Gadis kelahiran 24 Maret 1990 ini mengakui tidak semua hal tentang Papua baik adanya. Tapi, jika tidak tidak ada yang memperjuangkan maka tidak akan ada perubahan signifikan.
"Di Timika saya paling tidak suka kalau lihat teman suka mabuk. Kalau ada saya, teman yang mabuk langsung lari, karena saya nggak suka. Tapi di Papua itu tidak selalu perang seperti yang diberitakan juga. Saya ingin pola pikir orang yang diubah," tegasnya.
Berangkat dari keyakinan itulah, Olvah yakin bisa menggapai mimpinya untuk sebagai menteri. "Lima tahun lagi Olvah sudah punya lembaga sosial yang sudah besar. Sepuluh tahu ke depan saya sudah terjun di dunia politik, tentang di DPRD, Bupati atau Wakil Bupati. Banyak orang yang menertawakan saya ketika saya ingin menjadi menteri, saya bilang kalau kamu tidak punya mimpi, jangan mematahkan mimpi orang lain," katanya.
"Kalau kita sebagai manusia tidak bisa bantu meraih mimpi, jangan bunuh mimpinya. Sabar dan terus berjuang, kamu punya hak untuk bermimpi, mimpi kamu valid! Tuhan nggak akan kasih mimpi kita kalau kita ragu menerimanya. Pantaskan diri kita untuk menerima mimpi."