Menag Minta Maaf pada DPR karena Putuskan Pembatalan Ibadah Haji Tanpa Rapat Kerja
JAKARTA - Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mengaku salah tidak terlebih dahulu mengadakan rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI terkait pembatalan ibadah Haji di tahun ini. Keputusan pembatalan ibadah Haji ini diambil karena ada tenggat waktu terkait kejelasan pemberangkatan haji.
"Jadi kembali mungkin kesalahan di Kementerian Agama, mungkin, karena tidak menunggu rapat kerja. Namun kembali, saya harus ambil risiko karena saya harus selamatkan muka pemerintah. Jangan sampai deadline 1 Juni kemudian tanggal 2 Juni belum diumumkan," kata Fachrul dalam sebuah diskusi yang ditayangkan di aplikasi Zoom, Selasa, 9 Juni.
Dia menjelaskan, sebenarnya rapat kerja dengan DPR yang membahas ini diagendakan pada 1 Juni. Namun, satu pimpinan Komisi VIII DPR RI meminta pelaksanakaan raker dilakukan pada tanggal 2 Juni.
"Saya bilang okelah. Karena tanggal 2 Juni masih logis juga. Deadline tanggal 1 Juni, rapat kerja tanggal 2 Juni kemudian diumumkan saat itu. Kami kemudian sepakat tanggal 2 Juni," ungkap dia.
Setelah itu, Fachrul mendapat undangan resmi dari Komisi VIII DPR RI untuk melaksanakan rapat kerja di tanggal tersebut. Tapi, tiba-tiba ada pemberitahuan lisan, rapat diundur menjadi tanggal 4 Juni.
Fachrul kecewa dengan pengunduran jadwal ini. Bila menuruti jadwal DPR, ini berdampak tidak baik bagi pemerintah karena harus memundurkan jadwal pengumumannya lagi. Padahal, pemerintah sudah mundur dari tenggat waktu yang dijadwalkan.
"Nanti dampaknya tidak baik pada pemerintah, saya katakan. Kemudian saya minta salah satu staf saya untuk kembali berkoordinasi dengan Komisi VIII DPR RI untuk minta tetaplah Kemenag boleh mengumumkan pada 2 Juni," jelas Fachrul.
"Karena enggak ada umpan balik dari staf ini, ya, saya kira mungkin bisa kesalahan di staf saya atau bagaimana sehingga 2 Juni tetap saya umumkan," imbuhnya.
Dia pun paham, Komisi VIII DPR RI sebagai mitranya, merasa tersinggung. Tapi, dia berkukuh keputusan ini harus segera diumumkan dan tidak bisa lagi dimundurkan waktunya.
Apalagi, Presiden Joko Widodo meminta tanggal 1 Juni sudah harus ada keputusan terkait pemberangkatan Haji tahun ini. Sehingga, dia memohon maaf atas keputusan pengumuman tersebut meski rapat kerja belum dilaksanakan.
"Apapun risikonya saya kembali katakan, tanggung jawab Menteri Agama dan tidak ada kaitannya dengan pemerintah. ... Dan saya sudah meminta maaf dengan DPR semoga hubungan ini bisa baik kembali," tegasnya.
Baca juga:
Fachrul menjelaskan, sebelum mengambil keputusan itu, Kementerian Agama telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM. Hasilnya, Kemenkumham menyatakan, pembatalan keberangkatan jemaah haji itu adalah kewenangan Menteri Agama.
"Tanggal 25 Mei kami mohon kepastian hukum pembatalan ini. Kami minta kepada Pak Menkumham, kami kirimkan surat resmi. Kemudian tanggal 27 Mei, mereka balas dengan mengatakan itu hak penuh Menteri Agama. Dalam surat itu juga dicantumkan UU dan aturan lainnya," ujar Fachrul.
Sebelumnya, usai Menag Fachrul Razi mengumumkan pembatalan ibadah Haji 2020, Komisi VIII DPR RI meradang. Sebabnya, Keputusan Fachrul melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto mengatakan, pembatalan keberangkatan ibadah haji harusnya diputuskan bersama DPR melalui rapat kerja.
Yandri menambahkan, seharusnya rapat kerja pembahasan penyelenggaraan haji di tahun 2020 dilaksanakan pada 4 Juni mendatang. Tapi, Fachrul malah mengumumkan pembatalan tersebut tanpa mekanisme yang berlaku.
Kementerian Agama, kata Yandri, sebenarnya sudah berkirim surat ke DPR RI. Namun, karena sedang reses, akhirnya rapat diputuskan dilaksanakan pada hari Kamis, 4 Juni mendatang dengan metode tatap muka langsung.
"Kami sudah mengagendakan rapat kerja hari Kamis lusa tanggal 4 Juni jam 10.00 WIB atas izin pimpinan DPR untuk rapat kerja dengan Menteri Agama," kata Yandri kepada wartawan, Selasa, 2 Juni.
Anggota DPR Fraksi PAN ini menambahkan, keputusan semacam ini perlu dilakukan bersama-sama antara menteri dan DPR RI sebagai mitra kerja. "Itu disepakati semua bersama DPR, termasuk hal yang sangat penting seperti ini. Harus bersama-sama DPR untuk memutuskan batal atau tidak," tegasnya.
"Kami kan belum tahu laporan Arab Saudi bagaimana. Bagaimana kalau Arab Saudi tiba-tiba minggu depan membolehkan berangkat jemaah haji kita?" imbuhnya.
Dengan keputusan tersebut, Yandri mengatakan rapat kerja antara Menteri Agama dan Komisi VIII DPR RI sudah tak diperlukan lagi dan hal ini jelas menyalahi keputusan yang ada.
"Kalau Pak Menteri begini, saya enggak tahu Pak Menteri mengerti enggak tata aturan bernegara," ujarnya.
Dia mengatakan, pemerintah terkesan tidak siap dalam menghadapi masalah jemaah Haji di tengah pagebluk COVID-19. Dirinya menilai, pemerintah tampaknya buang badan dengan kondisi jemaah saat ini.
"Kemenag baca undang-undanglah. Jangan grasak grusuk," ungkapnya.