Keengganan Militer AS Dilibatkan Trump Tangani Demonstran George Floyd
JAKARTA - Tahun 2020 barangkali jadi tahun yang sangat menguji Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Ia harus menangani pagebluk COVID-19 yang mengalami lonjakan korban jiwa, memprospek Pemilu AS 2020 yang tak pasti pada November, dan kini juga harus membuat tekanan hukum terhadap warganya sendiri. Trump berencana libatkan militer untuk mengintervensi protes besar-besaran kematian George Floyd oleh polisi.
Ketika gas air mata melayang di udara di Lafayette Garden, di seberang Gedung Putih, Trump menyatakan jika para pemimpin negara bagian menolak mengambil tindakan yang diperlukan, ia akan menggunakan Insurrection Act. Itu adalah undang-undang pada 1807 yang memungkinkan seorang presiden mengerahkan kelompok militer untuk menekan kekacauan yang ditimbukan oleh kelompok sipil.
Dilansir CNN, Selasa, 2 Juni, para pemimpin negara bagian telah mencoba untuk menanggapi dengan membuat alasan kuat bahwa situasinya belum mengharuskan mereka menurunkan kelompok militer. "Ada keinginan kuat bagi penegak hukum setempat untuk bertanggung jawab," kata seorang pejabat pertahanan, menyinggung hukum yang melarang militer melakukan peran penegakan hukum di AS.
Misi ketertiban sipil juga dianggap menimbulkan ketidaknyamanan oleh beberapa pasukan Garda Nasional. Misi ini juga diketahui menurunkan kelompok militer terbanyak dalam sejarah.
Tanggapan militer
"Saya percaya, bahwa kita di Amerika tidak boleh membiasakan diri atau menerima anggota berseragam dari segala bidang yang harus ditempatkan pada posisi di mana mereka harus mengamankan orang (sipil) di AS," kata Mayor Jenderal Angkatan Darat Thomas Carden, Ajudan Jenderal Garda Nasional Georgia.
Dia menambahkan, meski kelompok militer senang dan merasa terhormat untuk melakukannya, mereka tak sepenuhnya sepakat. Bagi mereka, ini adalah tanda bahwa zaman sekarang masyarakat perlu melakukan hal yang lebih baik lagi dalam sebuah negara.
Trump juga mengancam akan menggunakan Insurrection Act di seluruh negeri untuk menangani protes. Aksi protes yang berawal dari kematian George Floyd --seorang pria kulit hitam meninggal setelah ditahan oleh polisi di Minneapolis-- kini merambah ke hal-hal lain seperti menjarah dan kerusuhan. George Floyd.
Keenganan militer
"Dari semua hal yang telah saya lakukan dalam 34 tahun terakhir selama berseragam, melakukan hal seperti ini berada di daftar saya paling bawah," kata Carden, terkait misinya untuk mendominasi warga AS dengan militer.
Berbicara tentang pengalamannya di Georgia, ia mengakui bahwa keadaan kini memaksanya dan mengatakan bahwa ia percaya kehadiran Garda Nasional "memiliki efek pencegah dan penenang yang signifikan."
Menteri Pertahanan AS Mark Esper, hadir dalam panggilan yang diadakan Trump dengan gubernur seluruh AS. Ia mengatakan sekarang ada lebih dari 17 ribu Garda Nasional di 29 negara bagian dan Distrik Columbia.
Baca juga:
Di Rose Garden, ketika dentuman keras terdengar dan demonstran berlari menjerit ketakutan, Trump mengatakan dia mengambil 'tindakan cepat dan tegas' untuk melindungi Washington dengan mengirim ribuan tentara bersenjata berat, personel militer, dan petugas penegak hukum. Segalanya, kata Trump adalah demi menghentikan kerusuhan, penjarahan, perusakan, penyerangan, dan perusakan properti secara tak terduga.
"Jika kota atau negara gagal bertindak, maka saya akan mengerahkan militer AS dan dengan cepat menyelesaikan masalah," tutup Trump.