Herd Immunity Tidak Cocok untuk Indonesia
JAKARTA - Pemerintah tak akan menerapkan sistem herd immunity selama wabah COVID-19 melanda Indonesia. Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyatakan, penerapan protokol pencegahan COVID-19 lebih baik dilakukan.
Adapun herd immunity adalah istilah yang sudah ramai dibicarakan di dunia internasional. Secara bahasa, herd immunity atau kekebalan dalam kelompok. Maksudnya, semakin banyak orang yang kebal terhadap suatu penyakit, semakin sulit bagi penyakit tersebut untuk menyebar karena tidak banyak orang yang dapat terinfeksi.
Menurut Wiku, secara geografis, Indonesia tak pas menerapkan herd immunity karena banyak kelompok populasi yang terpisah oleh pulau-pulau. Menurut dia, jika masyarakat sengaja ditularkan virus untuk memunculkan kekebalan imunitas, akan memakan waktu yang lama.
"Kalau kita bicara herd immunity, berarti harus ada interaksi sosial yang tinggi. Seandainya sampai terjadi, Mari kita berpikir logika, bagaimana caranya antarpulau saling bisa menulari kalau interaksinya tidak tinggi. Jadi, tidak serta merta herd immunity bisa terbentuk," kata Wiku dalam diskusi di Graha BNPB, Jakarta Timur, Selasa, 2 Juni.
Kata Wiku, herd immunity bisa dilakukan ketika minimal 70 persen masyarakat sudah memiliki imunitas dari jumlah populasi di suatu wilayah. Sementara, saat ini Indonesia baru mencatat sekitar 26 ribu kasus dengan 7 ribuan kasus sembuh, dari jumlah penduduk Indonesia keseluruhan sekitar 271 juta jiwa.
Menurut Wiku, pemerintah tidak bisa menjamin bahwa mayoritas masyarakat memiliki daya tahan tubuh yang bagus, sehingga Indonesia sudah memenuhi syarat herd immunity di mana 70 persen imunitas sudah terpenuhi dari seluruh populasi.
Oleh sebab itu, penerapan protokol pencegahan COVID-19 di kala aktivitas sehari-hari ketika menjalani kenormalan baru lebih tepat diaplikasikan di Indonesia.
"Virus ini menularnya melalui droplet yang kita tulari pada orang lain. Padahal, kita pakai masker saja sudah bisa mencegah. Kemudian juga menjaga jarak dekat, dan cuci tangan sebelum menyentuh mata, hidung, dan mulut," ucap Wiku.
Baca juga:
Herd immunity sulit tanpa vaksin
Lebih lanjut, Wiku menerangkan bahwa herd immunity lebih baik diterapkan setelah vaksin sudah ditemukan. "Herd immunity itu akan dipercepat terjadinya dengan imunisasi vaksin COVID-19 tersebut," ucap dia.
Sayangnya, sampai saat ini vaksin untuk COVID-19 belum juga ditemukan. Pembuatan vaksin memerlukan banyak tahapan. Pertama, adalah membuat rancangan DNA yang bisa membuat antibodi kalau dimasukkan ke dalam tubuh manusia.
Kemudian, mencari dosis menggunakan binatang untuk dimasukkan antibodi ke dalam tubuh. Kalau antibodi binatang tersebut bisa naik, maka bisa dicoba ke manusia. Kalau enggak antibodinya tidak bagus, tahapan kembali lagi ke sebelumnya.
"Kalau penanganan dengan vaksin kan perlu waktu lama. Sebenarnya kita enggak usah tunggu tunggu itu. Yang paling penting itu kan pendekatannya preventif yang sebenarnya ada di diri kita masing-masing, yakni mencegah interaksi secara langsung dan menjalani protokol kesehatan," imbuh Wiku.