Survei: Orang Muda Kurang Disiplin, Orang Tua Takut Divaksin

JAKARTA - Pemerintah melaporkan penambahan 34.101 kasus baru COVID-19 dalam 24 jam terakhir yang tersebar di 34 provinsi. Hingga Rabu, 7 Juli, total pasien COVID-19 di Tanah Air berjumlah 2.379.397 orang.

Menurut data Satuan Tugas Penanganan COVID-19, pasien COVID-19 yang dinyatakan sembuh bertambah 14.835 orang, sehingga jumlahnya menjadi 1.973.388 orang.

Kemudian, ada penambahan 1.040 kasus kematian akibat COVID-19. Dengan demikian, pasien COVID-19 meninggal dunia jadi 62.908 orang.

Hingga hari ini, pemerintah telah memeriksa 20.982.248 spesimen COVID-19 dari 14.095.904 orang.

Angka-angka tersebut menunjukkan lonjakan COVID-19 semakin menggila di tanah air. Namun, fakta di lapangan ditemukan hanya 51 persen publik yang takut dengan virus SARS-CoV-2 itu.

Temuan tersebut, merupakan hasil survei Media Survei Nasional (Median) terhadap persepsi netizen terhadap penanganan COVID-19. Meskipun survei dihimpun pada akhir Juni sebelum Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, namun dapat menjadi cerminan publik untuk mengevaluasi ancaman virus mematikan ini.

Direktur Eksekutif Median Rico Marbun menyebutkan, netizen yang mengaku takut terhadap COVID hanya ada 51,8 persen. Rinciannya, yang menyatakan sangat takut hanya 17,9 persen, takut saja 33,9 persen.

"Jadi totalnya 51, 8 persen. Angka ini menurut saya agak membahayakan, artinya orang yang mengatakan bahwa COVID biasa-bisa saja itu pada akhir Juni lalu angkanya kurang lebih 39,6 persen kemudian yang menyatakan tidak takut itu 5,6 persen dan sangat tidak takut itu 3 persen. Angkanya berimbang antara menyatakan takut dan kurang lebih biasa saja. Jadi ini perlu sosialisasi kepada masyarakat kita agar tetap waspada terhadap COVID," ujar Rico dalam sebuah webinar, Rabu, 7 Juli.

Kendati demikian, secara faktual orang mengatakan bahwa hampir 50 persen menyatakan situasi COVID-19 sekarang ini lebih parah dibandingkan tahun lalu. 

"Data ini di ambil pada akhir Juni, mungkin kalau diambil di awal Juli angka ini akan bertambah besar. Jadi 49,7 persen netizen mengatakan bahwa situasi COVID makin parah sekarang ini dibandingkan dengan setahun yang lalu," jelas Rico.

Jika dikomparasi antara kinerja pemerintah pusat dan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota, secara berurutan tingkat kepuasan yang tertinggi ada pada pemerintahan provinsi 37,8 persen diikuti oleh pemerintahan kabupaten/kota 36,5 persen dan tingkat kepuasan terhadap pemerintah pusat itu 35,3 persen. 

"Kita lihat angkanya, selisihnya cuma 1 sampai 2 persen, sehingga sebenarnya tidak ada disparitas terlalu besar antara tingkat kepuasan pemerintah pusat provinsi maupun kabupaten/kota. Tetapi kalau kita melihat rentan angkanya masih dibawah 50 persen bahkan hanya 30 persen. Artinya eksekutif kita saat ini maupun di tingkat pusat maupun provinsi itu perlu memperbaiki kinerjanya," jelas Rico.

Temuan selanjutnya menyoal tingkat kedisiplinan penerapan protokol kesehatan. Netizen menyatakan yang selalu memakai masker ada 73,9 persen. Uniknya, usia lebih tua justru lebih taat Prokes ketimbang usia lebih muda. 

"Kalau dari sisi usia terlihat kedisiplinan yang memakai masker itu yang paling tinggi justru ada di usia relatif tua. Kita lihat di usia 60 tahun itu selalu memakai masker 81,3 persen, kemudian usia 51 sampai 60 tahun itu 70 persen termasuk yang paling rendah kedisiplinannya di dalam pemakaian masker itu justru netizen generasi Z, usia 17 sampai 20 tahun itu yang selalu memakai masker angkanya 67,5 persen," ungkap Rico.

Selain itu soal disiplin netizen di dalam selalu mencuci tangan saat keluar rumah atau kembali dari luar rumah. Dari data, mereka yang menyatakan selalu mencuci tangan pasca mereka keluar dari rumah itu kurang lebih ada 61 persen. Yang menyatakan sering mencuci tangan 23,3 persen kadang-kadang 14,2 persen tidak pernah 12,1 persen. 

"Jadi tingkat kedisiplinannya berkurang kalau yang memakai masker itu 70-an tapi yang cuci tangan itu lebih rendah lagi 61 persen, padahal kalau protap ini harusnya selalu bersamaan dengan perilaku 3 M," kata Rico.

Dari temuan yang ada, Rico berkesimpulan bahwa semakin muda tingkat kedisiplinannya semakin berkurang. Terlebih, dalam disiplin menjaga jarak.

"Jadi kalau tadi memakai masker hanya sekitar 70 persen, kemudian cuci tangan 60 persen, menjaga jarak ini rendah lagi netizen yang mengatakan bahwa menjaga jarak lebih dari 1 meter dengan orang lain dan beraktivitas di luar rumah hanya 53,1 persen. Jadi drop-nya jauh sekali dari angka 70 ke 53 persen," paparnya.

"Jadi kita bisa melihat trennya itu memang usia muda ini lebih tidak disiplin ketimbang mereka mereka yang usianya lebih tua," ucapnya.

Sementara, untuk program vaksinasi justru terbalik. Publik usia tua justru lebih tak ingin divaksin lantaran takut akan efek setelahnya.

Berdasarkan temuan terhadap persepsi netizen, ternyata masyarakat yang ingin divaksin kurang lebih hanya sekitar 57,7 persen. Dan yang menjawab tidak tahu 19,7 persen, sementara menolak atau tidak ingin sebesar 22,6 persen. 

"Kalau kita lihat yang menyatakan tidak ingin divaksin itu justru yang paling besar ada di usia 60 tahun ke atas persentasenya paling besar yakni 37,5 persen. Ini tentunya perlu perhatian kita semua untuk menjaga orang tua kita, kakek, nenek kita, mereka-mereka yang berusia lanjut," katanya.

Alasan publik ingin divaksin karena mendapatkan paparan informasi yang tepat. Sedangkan orang yang tidak ingin divaksin dikarenakan adanya informasi yang salah, maupun kurangnya informasi. 

"Kesimpulannya, yang lebih mudah tak taat prokes tapi mau divaksin, yang lebih tua lebih taat prokes tapi tak mau divaksin," tandas Rico.

Adapun survei ini dilakukan dengan rancangan Non Probability Sampling. Adapun kuisioner berbasis Google Form yang disebarkan melalui media sosial Facebook dengan target pengguna aktif Facebook berusia 17-60 tahun.

Pertanyaan disebar secara proporsional terhadap populasi dan tersebar di akun Facebook di 34 Provinsi. Hasilnya terkumpul sebanyak 1.089 responden yang tersebar di 32 Provinsi.