Bagi Duterte Lebih Baik Seluruh Siswa Filipina Tak Naik Kelas daripada Bersekolah di Tengah Bahaya Pandemi
JAKARTA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte bersikukuh tak akan mengizinkan sekolah-sekolah di negaranya untuk buka kembali walau tingkat penularan COVID-19 telah menurun. Baginya, mengizinkan kembali anak-anak bersekolah di tengah pagebluk sama halnya dengan mendatangkan bencana baru.
Melansir Gulfnews, selama vaksin belum ditemukan, maka tak akan ada sekolah-sekolah yang diizinkan buka kembali. Terkait hal itu, Duterte sangat tegas. Apalagi, mengingat hadirnya vaksin cuma sebatas wacana yang tak tahu kapan diedarkan dalam skala luas.
"Saya tak akan mengizinkan sekolah yang memungkinkan adanya kerumunan dan tiap siswa berdekatan untuk dibuka kembali. Kecuali jika saya yakin bahwa mereka benar-benar aman. Oleh sebab itu, mustahil (sekarang ini) membahas soal membuka kembali sekolah," katanya dalam siaran televisi pada Senin, 25 Mei.
Presiden dengan julukan The Punisher itu menambahkan, dia tidak masalah jika karena keputusannya ini, semua murid berisiko tidak naik kelas. "Buat saya, harus ada vaksin terlebih dulu. Jika vaksin sudah ada, barulah boleh beroperasi kembali. Oleh sebab itu, Jika memang tidak ada murid yang lulus selama pagebluk, biarkan saja," tambahnya.
Baca juga:
Atas dasar itu, 25 juta murid yang haruskan kembali ke sekolah pada akhir Agustus harus memendam niatnya. Ada pun upaya pemerintah untuk melanjutkan kegiatan belajar mengajar ke opsi belajar jarak jauh. Sayangnya, Jutaan warga Filipina masih hidup dalam kemiskinan sehingga mereka tak memiliki akses internet di rumah yang menjadi kunci keberhasilan belajar daring.
Tak heran, empunya kebijakan kemudian menunda tahun ajaran baru sampai situasi benar-benar aman. Sebab, Bukan cuma Filipina yang mengalami masalah dengan belajar online. Sederet negara-negara asia lainnya, seperti Indonesia pun memiliki masalah yang sama, yakni keterbatasan perangkat dan akses internet.
Sejauh ini Filipina telah mengonfirmasi 15.049 kasus penularan COVID-19. Di antara itu, terdapat 904 kasus meninggal dunia.