Penyaluran Bansos Saat PPKM Darurat Dibayangi Anggaran yang Mepet, Akankah BI Jadi Solusi?

JAKARTA - Pemerintah memastikan bakal mempercepat penyaluran bantuan sosial (bansos) sehubungan dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada 3-20 Juli mendatang.

Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dalam konferensi pers secara virtual pada Kamis, 1 Juni.

“Kami sudah sepakat untuk kembali memberikan bantuan sosial,” ujarnya.

Luhut mengaku telah berkoordinasi dengan Menteri Sosial, Menteri Keuangan, serta Bank Indonesia guna merealisasikan niatan tersebut. Adapun, pemberian bansos sendiri dimaksudkan sebagai bantalan bagi kalangan masyarakat rentan untuk dapat mempertahankan daya beli sekaligus menjaga aktivitas ekonomi tetap berjalan.

Lantas, bagaimana dengan kekuatan anggaran negara dalam mendukung rencana tersebut?

Dalam konferensi pers APBN Kita secara daring pada 21 Juni lalu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sempat memberikan isyarat bahwa dalam enam bulan pertama tahun ini penyerapan anggaran perlindungan sosial sangat cepat alias terpakai banyak.

“Anggaran perlindungan sosial dari Rp148 triliun tahun ini sudah direalisasikan cukup besar, yakni Rp64,9 triliun atau 43,8 persen,” kata Menkeu.

Untuk diketahui, anggaran perlindungan sosial termasuk di dalamnya bantuan sosial, masuk dalam skema dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) dengan jumlah pagu mencapai Rp699,4 triliun.

Sementara itu, secara keseluruhan defisit APBN 2021 diyakini bakal menyentuh angka Rp1.006,4 triliun atau 5,7 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Tekornya anggaran negara ini dipenuhi oleh pembiayaan (utang) yang disebar dalam berbagai instrumen keuangan, baik domestik atau mancanegara. Salah satu yang menyerap di pasar lokal adalah Bank Indonesia (BI).

Sinyal dukungan BI untuk turut mewujudkan percepatan penyaluran bansos di masa PPKM Darurat telah disinggung Menko Luhut seperti uraian di atas. Disinyalir, otoritas moneter akan melanjutkan kebijakan akomodatif dengan melakukan pembelian surat berharga negara (SBN) guna mendukung kapabilitas APBN.

Sebagai informasi, hingga 15 Juni 2021 Bank Indonesia telah memborong SBN di pasar perdana sebesar Rp116,26 triliun. Jumlah ini terdiri dari Rp40,80 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO).

Dalam catatan VOI, kontribusi BI dalam menopang APBN terus meningkat dari laporan sebelumnya pada 21 Mei 2021 yang sebesar Rp108,43 triliun.

Asal tahu saja, Bank Indonesia tidak bisa terus-menerus ‘membiayai’ APBN karena dapat menyebabkan hiperinflasi, yakni melonjaknya harga barang karena penurunan nilai mata uang karena terlalu banyak uang yang beredar.

Belum lagi, bila menilik sektor pendapatan negara yang menurun drastis akibat kontribusi utama pajak yang cukup tertekan ditambah beban utang pemerintah. Jadi, mari bersama patuhi protokol kesehatan agar bisa segera keluar dari krisis pandemi saat ini.