Mendes PDTT Mengklaim Belum Temukan Fakta Soal Pemotongan BLT Dana Desa
JAKARTA - Di tengah pandemi virus corona atau COVID-19, muncul isu pemotongan nilai bantuan langsung tunai (BLT) Dana Desa oleh beberapa desa, salah satunya di Purwakarta. Padahal, bantuan tersebut sangat dibutuhkan oleh masyakarat dalam kondisi sulit saat ini.
Menanggapi hal ini, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, berdasarkan pengecekan dan pendalaman di lapangan, belum ditemukan adanya pelanggaran tersebut.
"Dari setiap laporan yang ada selalu kami lakukan konfirmasi pengecekan dan seterusnya. Alhamdulillah dari pendalaman terhadap berbagai infomasi maupun laporan, kami belum bisa menemukan fakta," katanya, dalam video conference bersama wartawan, Jumat, 22 Mei.
Abdul Halim percaya pemotongan BLT Dana Desa tidak terjadi. Sebab, warga desa memiliki sifat gotong royong yang tinggi antar sesama warga. Selain itu, kata dia, pengawasan terhadap dana desa ini juga ketat dan transparan.
"Kami sangat yakin dan berbaik sangka bahwa warga masyakarat desa memiliki sense of crisis tinggi karena sama-sama hidup di desa. Warga masyakarat memiliki sifat gotong royong yang juga cukup tinggi," tuturnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, mitra Kemendes PDTT yakni relawan desa lawan COVID-19 juga akan mengawasi mulai dari pendataan hingga penyaluran bantuan BLT Dana Desa tersebut.
"Ditambah lagi dengan relawan desa lawan COVID-19, Nabinsa dan Babinkamtibnas, tentu juga akan ada pengawasan dari kecamatan makanya kami yakin betul penyaluran BLT Dana Desa dapat sesuai harapan," katanya.
Alur Pengawasan BLT Dana Desa
Abdul Halim mengatakan, anggaran BLT Dana Desa yang sudah tersalurkan sebesar Rp2,281 triliun. Karena itu, pengawasan penyalurannya juga harus akuntabel dan transparan.
Baca juga:
"Alur pengawasan itu terjadi sejak perencanaan pengawasan, sudah berjalan sejak perencanaan. Siapa yang melakukan pengawasan? Ya masyarakat secara umum. Tentu ada pengawasan internal terkait dengan nanti penggunaan pertanggungjawaban dana desa inspektorat itu nanti pada sisi administrasi dan lain-lain," katanya.
Menurut Abdul Halim, dari sisi pelaksanaan BLT Dana Desa, di tingkat perencanaan saja sudah ada transparansi yakni siapa yang melakukan pendataan dan di mana basis pendataan.
Lebih lanjut, Abdul Halim mengatakan, pendataan dilakukan oleh relawan desa lawan COVID-19. Mereka yang terdiri dari Kepala Desa sebagai ketua, Ketua BPD sebagai wakil ketua, ditambah dengan ketua RT, tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyakarat termasuk mitra kerjanya yakni Babinsa dan Babinkamtibnas.
"Relawan desa lawan COVID-19 sudah mengakomodir semua stakeholder yang ada di desa. Kemudian dia bertugas untuk pendataan. Berapa orang melakukan update pendataan? Tiga orang per satu RT. Jadi basis pendataanya adalah tingkat RT, dilakukan tiga orang. Kenapa? Supaya tidak ada keraguaan di dalam memutuskan calon penerima bantuan," jelasnya.
Menurut Abdul Halim, jika tiga orang relawan sudah menyatakan seseorang masuk sebagai warga miskin baru akibat COVID-19, artinya sudah transparansi bentuk pertama.
Setelah data terkumpul dibasis RT, lanjutnya, maka data tersebut dibawa ke musyawarah desa yang digelar rapat khusus untuk melakukan verifikasi, validasi, sekaligus finalisasi terhadap hasil pendataan ditingkat RT.
"Dengan demikian transparansi sudah sangat jelas dan melembaga, karena dibahas di dalam musyawarah desa yang digelar khusus itu," katanya.
Tak hanya itu, Abdul Halim mengatakan, pengumuman juga dilakukan dengan menempelkannya di tempat-tempat umum area desa. Sehingga, semua masyarakat desa dapat mengetahui pendataan tersebut.
"Ada di balai desa, di depan masjid, banyak sudah laporan-laporan penempelan itu. Ini juga bentuk transparansi yang melembaga. Jadi kalau ditanya bagaimana pengawasannya, ya pengawasannya dilakukan oleh semua lembaga," ucapnya.