Ali Mochtar Ngabalin Sebut Penyebar Hoaks COVID-19 Sampah Demokrasi
JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengatakan pemerintah terus berupaya mengedukasi masyarakat terkait pandemi COVID-19. Salah satu caranya dengan merangkul tokoh masyarakat hingga pemuka agama.
Hanya saja, cara ini kerap kali kalah dengan berbagai kabar bohong atau hoaks yang disebarkan oleh mereka yang tak percaya COVID-19. Sehingga, masyarakat banyak yang termakan narasi hoaks dan meremehkan bahaya virus tersebut.
"Ini memang langkah utama yang dilakukan pemerintah, mengajak para ulama, pendeta, pastor, biksu, dan lainnya agar banyak yang percaya. Tapi di ruang publik masih banyak berita hoaks (tentang COVID-19, red)," kata Ngabalin dalam diskusi daring yang ditayangkan di YouTube, Minggu, 27 Juni.
Dirinya lantas mencontohkan masih ada orang yang menggunakan ayat di kitab suci sebagai pembenaran jika COVID-19 hanya akal-akalan semata. Misalnya, pandemi membuat pelaksanaan salat harus berjarak padahal dalam ajaran agama hal ini tidak dibenarkan.
"Umpamanya seperti ini, ada yang bilang sekarang dengan COVID-19 yang nabi perintahkan untuk rapatkan safmu supaya iblis tidak melewati safmu. Tapi sekarang dengan alasan COVID-19 yang disebut bohong, bisa menjarak-jarakan kita dalam salat," jelas Ngabalin.
Dia lantas menyebut orang atau kelompok yang kerap menyebarkan hoaks terkait COVID-19 adalah sampah demokrasi. Mereka, kata Ngabalin, membahayakan orang lain dan membuat pemerintah bekerja ekstra demi membentuk kesadaran masyarakat.
"Kita berbusa-busa ngomong, dia dengan hebatnya bilang seperti itu. Itulah yang disebut dengan manusia-manusia yang merusak ruang publik, sampah-sampah demokrasi saya menyebutnya," tegasnya.
"Makanya kita agak capek menyelesaikan ini (edukasi tentang COVID-19, red). Bikin pemerintah kerja dua kali," imbuhnya.
Baca juga:
Sementara itu, epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan perlu peran nyata dari pemimpin negara untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pandemi COVID-19.
"Pemimpin bangsa ini harus memberikan contoh atau teladan supaya ada kebijakan yang konsisten. setiap pejabat publik diminta hati-hati bicara, sesuai enggak dengan pendapat pak presiden," kata Pandu.
Sebagai informasi, kasus COVID-19 saat ini terus meningkat setelah libur Hari Raya Idulfitri 1442 Hijriah. Bahkan, data Kementerian Kesehatan per Sabtu, 26 Juni 2021 tercatat penambahan sebanyak 21.095 kasus baru.
Dalam menekan penularan ini, pemerintah kemudian memutuskan untuk menebalkan atau menguatkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro. Kebijakan ini diambil karena dianggap paling tepat karena dalam pelaksanaannya tidak akan mengganggu perekonomian masyarakat.